Nuklir Bukanlah Alternatif, Tetapi Sebuah Pilihan

Kamis, 27 Agustus 2015 | 14:57 WIB | Nicko Yoga Permana

EBTKE--Anggota Dewan Energi Nasional, Tumiran mengatakan bahwa energi nuklir adalah sebuah pilihan yang tidak bisa dihindari.

“Nuklir adalah energi, nuklir adalah anugrah dari Tuhan. Tinggal mau dimanfaatkan apa tidak, kalau dimanfaatkan ya untuk Indonesia sendiri,” kata disela Acara Indonesia EBTKE ConEx 2015, pekan lalu di Jakarta.

Menurutnya payung hukum dari pemerintah sangat penting untuk menyakinkan publik mengenai kebutuhan akan pemanfaatan tenaga nuklir.

Sesuai dengan Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) sebelum diubah dengan Perpres No. 79 Tahun 2014, nuklir masih dimasukkan ke dalam kelompok energi baru dan terbarukan (EBT) yang akan digunakan sebagai pembangkit listrik. Jumlah kontribusi listrik dari tenaga nuklir diharapkan mencapai 5 persen dari 100.000 MWe yang diproyeksikan untuk disediakan hingga tahun 2025.

Dengan Perpres tersebut secara keseluruhan jumlah kontribusi dari EBT adalah sekitar 17 persen yang meliputi energi matahari, air, angin, panas bumi, biodiesel dan nuklir. Namun pada Perpres No. 79 Tahun 2014 dinyatakan bahwa tenaga nuklir dimasukkan sebagai energi alternatif dari sumber energi lainnya.

Ini bisa dimaknai bahwa tenaga nuklir belum masuk dalam skala prioritas pembangunan pembangkit listrik hingga tahun 2019. Hal tersebut bisa dipahami mengingat persiapan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) memerlukan waktu yang cukup lama.

Sementara itu, Kepala Bidang Diseminasi dari Pusat Diseminasi dan Kemitraan (PDK) BATAN, Heru Santosa, mengatakan pihaknya sangat bangga mengikuti acara Indonesia EBTKE ConEx 2015 ini. Sebab, BATAN berkesempatan memperdalam hubungan dengan pihak-pihak lain untuk pengembangan teknologi nuklir di bidang energi, khususnya nuklir yang ramah lingkungan di Indonesia.

Salah satu pengembangan teknologi nuklir yang telah BATAN rencanakan adalah tapak-tapak untuk calon Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang tersebar di sejumlah daerah, seperti di Semenanjung Muria, Bangka Belitung, Batam, Banten, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.

“Pihaknya hanya bisa menentukan tapak-tapak di daerah yang potensial untuk pembangunan PLTN. Soal pembangunannya sendiri, itu tergantung pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Nanti terserah pemerintah mau menggunakan atau tidak. Kita hanya memilihkan. Karena membangun PLTN itu tidak bisa di sembarang tempat,” jelas Heru.

Selain menentukan lokasi calon tapak PLTN, Heru juga menjelaskan saat ini BATAN tengah merencanakan pembangunan reaktor daya non komersial (RDNK) untuk kepentingan riset bernama proyek Reaktor Daya Eksperimental (RDE).

RDE merupakan suatu strategi pemerintah untuk mengenalkan reaktor nuklir yang menghasilkan listrik dan sekaligus dapat digunakan untuk eksperimen/riset. RDE merupakan PLTN mini yang dimasa depan dapat diaplikasikan di daerah yang tidak membutuhkan daya besar, terutama di wilayah Indonesia Bagian Tengah dan Timur. Disamping itu, untuk menghasilkan listrik kelak tipe reaktor ini dapat dimanfaatkan untuk proses desalinasi (mengubah air laut menjadi air tawar), produksi hidrogen dan proses pencairan batubara.

“Tujuan pembangunan RDE ini adalah membangun reaktor nuklir dengan ukuran kecil yang dapat digunakan sebagai sarana penguasaan teknologi bagi putra-putri Indonesia dalam manajemen pembangunan, pengoperasian dan perawatan reaktor nuklir untuk pembangkit listrik,” ungkap Heru.

Selain itu, RDE juga akan digunakan sebagai sarana demonstrasi teknologi dan edukasi kepada seluruh stakeholders bahwa PLTN aman, ramah lingkungan dan ekonomis sebagai pembangkit listrik.

Lokasi yang dipilih untuk proyek itu sendiri adalah di Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, berdekatan dengan Reaktor Serba Guna GA Siwabessy yang sudah 28 tahun dioperasikan oleh BATAN dengan daya 30 MW. "Kalau lancar semua dan mendapatkan dukungan pemerintah tahun 2021 reaktor daya non komersial sudah dapat beroperasi," pungkas Heru.


Contact Center