Pentingnya Pemanfaatan Sampah Sebagai Sumber Energi

Jumat, 23 November 2018 | 18:09 WIB | Humas EBTKE

JAKARTA - Saat ini Pemerintah semakin memberikan perhatian terhadap pemanfaatan sampah sebagai salah satu sumber energi melalui penggunaan teknologi tertentu. Sampah yang dihasilkan oleh masyarakat dapat menjadi salah satu sumber energi yang dapat dikembangkan pemanfaatannya dan diperkirakan mampu menghasilkan potensi sekitar 2000 MW.

"Kita menyadari sampah mempunyai potensi energi biomassa yang dapat kita konversikan menjadi energi lain. Salah satunya bisa menjadi listrik, tetapi juga tidak tertutup peluang untuk bisa kita manfaatkan menjadi biofuel," ungkap Direktur Bioenergi, Andriah Febby Misna saat menyampaikan sambutan pada Seminar Nasional yang bertajuk Application of Waste to Energy Technology yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara pada Kamis (22/11) di Jakarta.

Febby menuturkan bahwa peningkatan pertumbuhan penduduk menyebabkan peningkatan volume sampah masyarakat, terbatasnya daya tampung dan usia pakai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang ada, dan penetapan beberapa daerah sebagai daerah yang darurat sampah menjadi beberapa faktor pentingnya pengembangan sampah di Indonesia.

"Kalau kita melihat untuk sampah kota, itu ada sebesar 2000 MW yang bisa kita bangkitkan dari sampah. Beberapa kota memang sudah memiliki jumlah sampah yang cukup besar," tambahnya. Dari hasil survei yang dilakukan Pemerintah, terdapat sekitar 15 kota yang memiliki sampah dengan jumlah yang besar, diantaranya DKI Jakarta dengan potensi sampah yang dapat mencapai 7000 ton per hari, disusul oleh Surabaya, Bandung dan Bekasi.

Terdapat beberapa teknologi yang dapat kita manfaatkan untuk mengolah sampah yang selanjutnya dapat kita manfaatkan untuk menjadi gas, pelet (yang bisa menggantikan batu bara), dan biofuel. Pemanfaatan tersebut tergantung dari teknologi yang digunakan dan diakui bahwa teknologi pengelolaan sampah masih cukup mahal.

Dari sisi regulasi, Pemerintah telah mengupayakan beberapa peraturan sebagai payung hukum untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga sampah. "Diantaranya itu ada Undang-undang tentang Energi nomor 30 tahun 2007, yang menjadi payung kita dalam pengembangan EBT. Kemudian juga sudah ada Undang-undang nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, kemudian ada Peraturan Pemerintah nomor 79 tentang KEN, dimana target kita meningkatkan kontribusi dari EBT, salah satunya dari Bioenergi. Kemudian kita juga sudah mempunyai Peraturan Pemerintah terkait dengan proyek strategis nasional, dimana Pembangkit Listrik Tenaga Sampah itu merupakan salah satu dari proyek strategis nasional ini," papar Feby.

"Kemarin kita juga baru merevisi Perpres nomor 35 tentang percepatan program pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga sampah dimana di dalam peraturan tersebut, diatur terkaitkota-kota yang menjadi target percepatan untuk pengelolaan sampah ini juga masalah harga dari Pembangkit Listrik tenaga sampah. Kemudian kita juga punya Peraturan Menteri ESDM nomor 50 tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber EBT untuk listrik dimana di dalam peraturan ini juga mengatur salah satunya harga jual beli pembangkit listrik yang berbahan baku sampah," pungkas Febby.

Feby menjelaskan bahwa sesuai Permen ESDM nomor 50 tahun 2017, mekanisme pembelian pembangkit  listrik tenaga sampah ini diatur dengan penunjukan langsung, dimana apabila BPP pembangkit setempat itu lebih besar dari rata-rata BPP nasional, maka harga jual beli listriknya itu maksimum 100% dari BPP setempat. Sementara untuk daerah-daerah yang BPP pembangkit setempat dibawah rata-rata Pembangkit BPP Nasional, maka harga jualnya merupakan kesepakatan antar pihak.

"Kita sudah mempunyai komitmen untuk bisa mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030. Diharapkan dengan kita bisa memanfaatkan sampah ini menjadi energi, maka kita juga bisa mengurangi penggunaan energi fosil baik itu yang kita manfaatkan untuk energi listrik, maupun untuk biofuelnya," tutup Febby. (RWS)


Contact Center