Dukung Implementasi Co-Processing CPO Menjadi Green Gasoline dan Green LPG, Pemerintah Akan Integrasikan Kebijakan Hulu-Hilir

Friday, 21 December 2018 | 17:06 WIB | Humas EBTKE

PLAJU - Pemerintah mengapresiasi PT Pertamina (Persero) yang telah berhasil melaksanakan pengujian co-processing di kilang Residue Fluidized Cracking Catalityc Unit (RFCCU) Refinery Unit (RU) III Plaju dengan injeksi Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil (RBDPO) hingga 7,5% on feed, dimana produk utama yang dihasilkan adalah green-gasoline, green-LPG dan green-propylene dalam persentase yang lebih kecil. Plant test dilaksanakan selama 7 hari operasi injeksi RBPDO menggunakan dana internal Pertamina.

"Sebuah capaian yang sangat membanggakan dimana Indonesia merupakan negara pertama di dunia yg berhasil melakukan co-processing green-gasoline untuk skala komersial" ungkap pakar katalis ITB, Prof. Subagjo saat menghadiri Peluncuran Implementasi Co-Processing CPO menjadi Green Gasoline dan Greel LPG di RFCCU RU III Plaju pada Jumat (21/12).   "Pembuktian teknologi co-processing di kilang Pertamina ini akan mengantarkan Indonesia pada era baru industri BBN yang  diharapkan ke depan mampu memproduksi secara komersial biohidrokarbon atau green-fuels," tambah Andriah Feby Misna, Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (DItjen EBTKE) yang turut hadir pada acara tersebut.

Dari pengujian ini masih banyak penyempurnaan dan juga uji lebih lanjut yang harus dilakukan untuk memastikan spesifikasi dari produk, optimasi pencampuran dan hal-hal teknis lainnya serta kelayakan ekonomi untuk selanjutnya bisa discale-up untuk skala bisnis.

Co-processing merupakan salah satu opsi metode produksi green-fuel melalui proses pengolahan bahan baku minyak nabati dengan minyak bumi secara bersamaan menjadi green hydrocarbon (green-gasoline, green-diesel, atau bioavtur).  Green-fuel merupakan senyawa biohidrokarbon yang secara umum karakteristiknya sama dengan senyawa hidrokarbon berbasis fosil sehingga dapat dicampurkan pada tingkat persentase berapa saja tanpa perlu penyesuaian mesin kendaraan. Green-fuel ini merupakan pilihan yang baik untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar cair dalam negeri untuk mensubstitusi minyak mentah atau BBM dari produksi dalam negeri, disamping BBN jenis Biodiesel yang sudah berjalan secara komersial hingga pencampuran 20% (B20). Produksi green-fuel ini pada ujungnya terkait pula dengan upaya mengurangi tekanan neraca pembayaran negara atas impor minyak mentah.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Pengolahan Pertamina, Budi Santoso Syarif memaparkan implementasi pengolahan CPO secara co-processing di kilang telah memberikan kontribusi positif bagi perusahaan dan negara. Inovasi anak bangsa ini telah diuji coba dan memberikan hasil yang membanggakan baik dari kualitas produk, hasil yang ramah lingkungan serta berpotensi mengurangi impor minyak mentah.  “Tingkat kandungan dalam negeri atau TKDN sangat tinggi, karena CPO yang diambil bersumber dari dalam negeri, transaksi yang dilakukan dengan rupiah sehingga mengurangi devisit anggaran negara, serta hasil bahan bakar ramah lingkungan,”jelas Budi.

Lebih lanjut Budi menjelaskan pencampuran langsung CPO dengan bahan bakar fosil di kilang ini secara teknis lebih sempurna dengan proses kimia, sehingga menghasilkan bahan bakar bensin dengan kualitas lebih tinggi karena nilai octane mengalami peningkatan. Hasil implementasi co-processing tersebut telah menghasilkan Green Gasoline Octane 91,3 sebanyak 405 MB/Bulan atau setara  64.500 Kilo Liter/Bulan  dan produksi Green LPG sebanyak 11,000 ton per bulan. “Upaya ini sangat mendukung Pemerintah dalam mengurangi penggunaan devisa, dimana Pertamina bisa menghemat impor crude sebesar 7.36 ribu barel per hari atau dalam setahun mampu menghemat hingga USD 160 Juta”, ujarnya.

Co-processing dinilai lebih efektif sehingga dipilih untuk diimplementasikan dalam waktu dekat dengan pertimbangan:

1. Low Investment Cost, dengan minor modification unit existing refinery;

2. High Operation Flexibility, dimana digunakan dual feed (fosil dan nabati) sehingga bisa mengantisipasi ketidakpastian jumlah suplai bahan baku dan harga;

3. Waktu yang dibutuhkan untuk EPC relatif lebih cepat; dan

4. Memungkinkan juga untuk opsi feed 100% minyak nabati.

Feby menuturkan bahwa pada tahun 2018, produksi Crude Palm Oil (CPO) dan Crude Palm Kernel Oil (CPKO) Indonesia diperkirakan mencapai 48-49 juta ton, ekivalen dengan 700-750 ribu barrel/hari BBM. Hanya 27,5% saja dari total produksi CPO tersebut yang digunakan untuk kebutuhan domestik (termasuk untuk Biodiesel), sedangkan sisanya diekspor. Dengan potensi ketersediaan bahan baku ini, maka Indonesia sangat berpeluang menjadi penghasil biohidrokarbon terbesar di dunia.  Oleh karenanya, besar harapan co-processing unit untuk produksi green-gasoline ini dapat di  scale-up dan diduplikasi di refinery unit lainnya mengingat impor bensin Indonesia di tahun 2018 diperkirakan mencapai 17 juta kL.

Feby juga mengungkapkan kedepan rencana pengujian co-processing untuk produksi green-diesel dan green-avtur atau jet-fuel akan dilaksanakan pada tahun 2019 dengan menggunakan katalis “merah putih” PIDO yang berhasil dikembangkan oleh Pusat Rekayasa Katalisis ITB.

Selain itu, secara pararel Pemerintah bersama instansi terkait lainnya perlu menyiapkan kebijakan dari hulu hingga hilir  untuk mendukung implementasi biohidrokarbon. Dari sisi hulu, perlu jaminan sustainability feedstock. Untuk itu perlu dikembangkan jenis CPO yang pemanfaatannya didedikasikan khusus untuk bahan bakar nabati selain terobosan teknologi proses pengolahan atau ektraksi minyak sawit yang lebih tepat, yaitu bahan campuran minyak Degummed CPO dan Degummed Palm Kernel Oil (PKO), disebut kelas Minyak Nabati Industri (MNI) atau Industrial Vegetable Oils (IVO) sebagai bahan baku co-processing ataupun stand alone pada pembuatan biohidrokarbon yang akan disuplai ke Pertamina. Dengan adanya bahan baku degummed CPO dan degummed PKO, diharapkan dapat menurunkan biaya pokok produksi biohidrokarbon. 

Di sisi hilir perlu disiapkan payung hukum untuk mendukung pemanfaatan green-fuels secara lebih luas dengan berbagai teknologi yang ada, sehingga target yang telah ditetapkan di tahun 2025 dapat dicapai.

Pemerintah berharap Peluncuran Implementasi Co-Processing CPO menjadi Green Gasoline dan Green LPG di Kilang RFCCU RU III Plaju ini menjadi perintis kemandirian teknologi melalui pemanfaatan teknologi produksi yang dikembangkan oleh anak bangsa, peningkatan ketahanan energi nasional melalui pemanfaatan BBN, penghematan devisa negara, dan optimalisasi pemanfaatan CPO dalam negeri melalui hilirisasi produk. (RWS)


Contact Center