Ditjen EBTKE Gelar Survei SEC, Pastikan Ketepatan Penerapan Manajemen Energi

Kamis, 12 September 2019 | 11:05 WIB | Humas EBTKE

PEKANBARU - Guna memastikan penerapan mandatori manajemen energi berjalan dengan tepat dan sesuai tujuan, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) bekerja sama dengan United Nations Development Program (UNDP) melalui program Market Transformation through Design and Implementation of Appropriate Mitigation Actions in the Energy Sector (MTRE3) menggelar Workshop Survei Specific Energy Consumption (SEC), Rabu (11/9).

"Saat ini Ditjen EBTKE sedang melaksanakan survei Specific Energy Consumption (SEC) pada 276 obyek survei meliputi hotel, rumah sakit, pusat perbelanjaan dan perkantoran swasta yang tersebar di 7 kota di Indonesia, Pekanbaru, Jakarta, Bandung, Semarang, Denpasar, Medan dan Surabaya," demikian ungkap Direktur Konservasi Energi, Hariyanto saat membuka kegiatan.

Lebih rinci, Hariyanto menjelaskan urgensi penyelenggaraan kegiatan SEC, antara lain untuk mendapatkan data dukung dalam rangka:

1. Penyusunan revisi PP No.70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi, dimana data dukung tersebut sangat penting untuk menentukan threshold konsumsi energi di gedung komersial guna penerapan mandatori manajemen energi;

2. Penyusunan benchmark Indeks Konsumsi Energi (IKE) untuk setiap jenis bangunan gedung komersial;

3. Estimasi potensi pengembangan PLTS atap (solar PV Rooftop) di bangunan gedung komersial; dan

4. Penyusunan dan pengembangan database konservasi energi untuk mendukung Pemerintah dalam mengambil kebijakan di sektor bangunan gedung.

Secara garis besar, peserta workshop akan disurvei terkait informasi umum, tingkat hunian, sumber energi, konsumsi energi, peralatan utilitas, luas lantai bangunan, peralatan pengguna energi, selubung bangunan gedung, penerapan manajemen energi, dan potensi instalasi PV Rooftop.

"Kegiatan SEC di sektor Bangunan Gedung Komersial dilaksanakan dalam waktu 7 bulan kalender. SEC akan menjadi benchmark untuk dapat dibandingkan oleh pelaku usaha. Sebagai contoh untuk bangunan gedung dapat menggunakan kWh/m2 sebagai data benchmark," ujar Hariyanto.

Terkait dengan PLTS Atap, lanjut Hariyanto, potensi untuk pengembangannya sangat besar mengingat posisi Indonesia berada di ekuator dengan penyinaran matahari lebih dari 10 jam/hari. Pengembangan PLTS Atap sudah didukung oleh industri dalam negeri. Industri PLTS secara umum juga didukung Pemerintah dengan adanya program-program yang menggunakan PLTS dan regulasi terkait penerapannya.

"Pada tahun-tahun selanjutnya, kami optimis bahwa penggunaan PLTS Atap akan lebih masif mengingat penggunaan PLTS Atap sangat potensial untuk daerah-daerah perkotaan dan diharapkan secara masif dimanfaatkan di hotel, gedung perkantoran, rumah sakit dan bangunan pemerintah," pungkasnya. (RWS)


Contact Center