Terapkan Konsep Bangunan Hijau, Potensi Penghematan Energi Kota Bandung Capai 62 Gwh

Rabu, 9 Oktober 2019 | 15:50 WIB | Humas EBTKE

BANDUNG - Aksi mitigasi atas efek pemanasan global kini menjadi perhatian semua pihak dan implementasinya mulai meluas di hampir semua aspek dan bidang kehidupan manusia, salah satunya di bidang arsitektur dan konstruksi bangunan. Dalam satu dekade terakhir, green building atau bangunan hijau menjadi topik hangat yang sering diperbincangkan oleh para pakar dan mulai diimplementasikan pada gedung komersil maupun milik Pemerintah dan perumahan rakyat.

Bangunan hijau adalah bangunan yang memperhatikan aspek lingkungan sehingga bangunan tersebut tidak memberikan efek negatif terhadap lingkungan atau mengeluarkan emisi yang terlalu tinggi dalam mengeluarkan emisi efek rumah kaca. Desain rencana bangunan hijau antara lain meliputi sirkulasi udara, mengelola sumber energi dan air, tata kelola lahan hijau, bahan yang digunakan dan sebagainya. 

Adalah Kota Bandung, salah satu yang melakukan pengembangan konsep green building atau Bangunan Gedung Hijau pada pembangunan bangunan di kawasannya. Dimulai tahun 2014, Wali Kota Bandung saat ini menginisiasi implementasi Bangunan Hijau di Bandung dan dilanjutkan dengan workshop, diskusi dan seminar untuk menentukan parameter yang sesuai dengan kondisi kota serta pengumpunan data sekunder dan survei lapangan di tahun berikutnya.

"Agustus 2016, Peraturan Wali Kota (Perwal) Bandung tentang Bangunan Gedung Hijau disahkan dan mulai diintegrasikan dalam Proses Perizinan Bangunan," terang Irfan Febianto, mewakili Dinas Penataan Ruang Kota Bandung, dalam pejelasannya di hadapan peserta Workshop Specific Energy Consumption (SEC) dan Sosialisasi Pemasangan PV Rooftop dan Smart Building untuk Bangunan Gedung Komersial, yang digelar hari ini (9/10) di Bandung.

Irfan menjelaskan bahwa Perwal Bandung mengatur aspek-aspek implementasi Bangunan Gedung Hijau, yaitu efisiensi energi, pengelolaan air, pengelolaan kualitas udara dalam ruangan, dan pengelolaan lahan. Implementasi Bangunan Gedung Hijau mencakup seluruh jenis bangunan dan menjadi satu kesatuan yang dipersyaratkan untuk Perizinan Bangunan. "Perwal ini kami susun sesuai dengan karakteristik Kota Bandung, dan bagaimana agar Perwal ini mudah diimplementasikan oleh Pemangku Kepentingan, masyarakat, Pemerintah Kota, arsitek dan perencana lainnya," imbuhnya.

Tantangan kami, lanjut Irfan adalah bagaimana mensimplifikasi Perwal Bangunan Gedung Hijau agar dapat terintegrasi dengan Perizinan Bangunan, khususnya untuk bangunan berlantai rendah (1-4 lantai hunian dan non hunian). Berbeda dengan kota lainnya, 90% bangunan di Bandung adalah berlantai rendah, dimana 80% diantaranya adalah hunian dengan kondisi menyebar secara acak, spontan, membangun sendiri dan beberapa berubah fungsi menjadi bangunan semi komersial dan industri rumah skala kecil. Kondisi demikian memungkinkan penggunaan energi yang sangat besar di Kota Bandung.

Langkah yang ditempuh Pemerintah Walikota Bandung untuk mensiasati tantangan ini, antaralain (1) informasi dan edukasi Perwal Bangunan Gedung Hijau, (2) menambah parameter Bangunan Gedung Hijau, dan (3) Bangunan Gedung Hijau yang terdesain dengan baik. Dimulai secara efektif Maret 2017, persentase kesalahan dalam pemenuhan persyaratan BGH yang diverifikasi untuk Proses Perizinan Bangunan semakin menurun.

Irfan menyebutkan sebanyak 5.345 bangunan di Kota Bandung direncanakan "hijau" dengan area lantai seluas 1,5 juta m2. "Potensi penghematan energi dengan implementasi Bangunan Gedung Hijau adalah 62.612 Mwh. Potensi penghematan biaya listrik sebesar 6,8 Juta USD atau setara dengan Rp 89 Miliar. Berdasarkan pemetaan kami, implementasi Bangunan Gedung Hijau ini dapat berpotensi mengurangi gas rumah kaca sebesar 52,6 ribu ton dan hemat air sebanyak 309,897m3 setara Rp 3,8 Miliar," urainya.

Pelaksanaan Perwal Bandung terkait Bangunan Gedung Hijau ini tidak berarti selalu mulus tanpa tantangan. Irfan mengungkapkan bahwa Pemerintah Kota Bandung harus melakukan sosialisasi ke masyarakat dan implementasi per tahap. Tak hanya itu, pihaknya harus menambah tenaga ahli Bangunan Gedung Hijau, mengikutkan Pegawai Pemkot untuk pelatihan serta Sertifikat Laik fungsi terkait Green Building Parameters serta mendorong peningkatan kompetensi dan dukungan Asosiasi. "Jangka panjangnya semua pemangku kepentingan harus terinformasi dengan baik. Dan pada akhirnya desain Bangunan Gedung Hijau sesuai parameter terpenuhi," pungkasnya.

 

Sekilas Tentang Workshop Specific Energy Consumption (SEC)

Kegiatan Workshop Specific Energy Consumption (SEC) dan Sosialisasi Pemasangan PV Rooftop dan Smart Building untuk Bangunan Gedung Komersial yang dilaksanakan di Bandung ini merupakan kali keempat pelaksanaan kegiatan, yang sebelumnya telah di gelar di Pekanbaru (11/9), Jakarta (18/9), dan Bali (25/9). Selanjutnya kegiatan serupa akan kembali digelar di tiga kota lainnya yaitu Semarang, Surabaya dan Medan. Peserta workshop yang hadir berasal dari perwakilan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, Pengelola Gedung Komersial, PT PLN (Persero), Asosiasi, BPPT, B2TKE, PT Unilever Tbk, dan Tim Survey SEC itu sendiri.

Kepala Subdit Penyiapan Program Konservasi Energi, Devi Laksmi, menjelaskan bahwa penerapan smart building di gedung Pemerintah dan gedung komersil yang dibagikan pada sharing session workshop ini akan menjadi salah satu contoh yang dapat menggambarkan success story sehingga dapat direplikasi bagi perusahaan lainnya.

Penggunaan Smart building adalah cara bagaimana mengintegrasikan pasokan dengan penggunaan energi bagi bangunan gedung melalui pengaturan yang lebih hemat dan dapat dilakukan secara otomatisasi dan pengendalian (kontrol).

Selain itu, Specific Energy Consumption (SEC) yang saat ini tengah dilakukan bekerja sama dengan Balai Besar Teknologi Konversi Energi (B2TKE) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dilaksanakan untuk mengetahui intensitas konsumsi energi pada 276 obyek survei yang tersebar di 7 provinsi, dimana objek yang paling banyak adalah hotel dan rumah sakit.

Tujuan SEC adalah mencari benchmark, mengupdate data dari kajian tahun 2009 yang dilakukan oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) dan kajian tahun 2015 yang dilaksanakan oleh USAID, dan terakhir oleh BCA Building benchmark untuk gedung di Singapura. Hasil survei juga digunakan sebagai masukan untuk revisi PP No.70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi, serta memperbaiki data secara nasional. (RWS)


Contact Center