Optimalisasi Pemanfaatan Biomassa Pengganti Batubara

Jumat, 12 Juni 2020 | 10:05 WIB | Humas EBTKE

JAKARTA – Saat ini Pemerintah tengah mengupayakan adanya terobosan pemanfaatan biomassa guna mengurangi peran batubara yang masih dominan secara nasional dan mendorong capaian target bauran EBT pada tahun 2025. Hingga akhir tahun 2019, bauran EBT mencapai 9,15% dimana 6,2% berasal dari PLT EBT dan 2,95% berasal dari BBN (biodiesel).  Sementara pada tahun 2025, bauran EBT ditargetkan 23% dimana PLT EBT ditargetkan memberikan porsi bauran sebesar 13%-15%, PLT Bioenergi 2%-5%, dan BBN 2%-3%.

“Pengembangan biomassa yang akan dioptimalkan antara lain bersumber dari sampah dan pelet biomassa dari tanaman energi. Kita akan upayakan juga untuk bisa melakukan co-firing dengan biomassa pada pembangkit di PLTU dan mudah-mudahan bisa kita kejar target paling tidak 1-3% di tahun 2025,” ungkap Direktur Bioenergi, Andriah Febby Misna saat menjadi salah satu panelis dalam Webinar Energi Terbarukan bertajuk Prospek Kompor Biomassa Sebagai Alternatif Pemenuhan Energi Rumah Tangga dan Industri Kecil di Era New Normal yang diselenggarakan oleh Intitut Pertanian Bogor kemarin (11/6).

Secara rinci, Febby menguraikan rencana strategis pengembangan percepatan biomassa sebagai sumber energi berkelanjutan antaralain:

1. Memperbaiki tata kelola pengusahaan bioenergi termasuk revisi Peraturan terkait Pembelian Tenaga Listrik dari Energi Terbarukan.

2. Mendorong peningkatan kapasitas PLT Biomassa (project pipeline) dengan memastikan komitmen pihak-pihak terkait dalam pengembangan PLT Biomasa sesuai RUPTL.

3. Mendorong pembangkit Captive Power untuk menjual kelebihan listrik pada PT PLN (Persero) dengan skema Excess Power.

4. Melakukan co-firing pelet Biomassa pada existing PLTU.

5. Pengembangan PLT Biomassa skala kecil untuk Wilayah Indonesia bagian timur dan 3T secara massif.

6. Pengembangan hutan tanaman energi dan pemanfaatan lahanlahan sub optimal untuk biomassa melalui kerja sama dengan KLHK, K/L terkait dan Pemda.

7. Mendorong penggunaan limbah agro industri termasuk re-planting perkebunan sawit untuk pembangkit listrik.

8. Mendorong produksi dan pengembangan pellet biomassa dan RDF yang bersumber dari sampah dan limbah biomassa untuk energi.

Sebagai informasi, potensi biomassa untuk listrik dapat bersumber antara lain dari kelapa sawit, tebu, karet, kelapa, sekam padi, jagung, singkong, kayu, limbah ternak dan sampah kota, dengan total potensi di seluruh wilayah Indonesia sebesar 31.654 Mwe. Kapasitas terpasang PLT Bioenergi saat ini 1.889,8 MW dengan jumlah kapasitas on grid sebesar 206,02 MW dan jumlah kapasitas off grid sebesar 1.683,78 MW.

Terkait dengan biomass co-firing, Febby mengharapkan semua pihak dapat mendorong upaya pemanfaatan biomassa melalui co-firing baik pada pembangkit yang dikelola PLN maupun swasta. “PLN sudah melakukan trial co-firing pada PLTU miliknya dengan komposisi 1-5% dengan hasil yang memuaskan. Masih ada beberapa hal yang harus dipersiapkan, antara lain kebijakan terkait pemanfaatan co-firing pada eksisting PLTU, SNI untuk pellet biomassa dan pelet sampah, kajian komprehensif, insentif dan kebijakan harga, infrastruktur pendukung, serta tata kelola yang mengatur pengusahaan RDF,” ujarnya. Meski demikian, Febby optimis program biomass co-firing ini akan mampu mendukung optimalisasi pemanfaatan biomassa.

Selain program pengembangan biomassa, Pemerintah juga tengah mengupayakan pelaksanaan program Tungku Sehat Hemat Energi (TSHE). “Program tungku sehat hemat energi ini salah satunya merupakan kerjasama dengan World Bank yakni clean stove initiative, sebagai TSHE tahap 1. Tetapi memang dari hasil evaluasi program tersebut ada beberapa masalah, baik dari sisi kebijakan, harga, mekanisme insentif, pasar jual beli yang belum jelas, dan dianggap tidak praktis,” terang Febby.

Ke depan, usulan pelaksanaan program TSHE tahap 2 diharapkan dapat disetujui dengan waktu pelaksanaan tahun 2022 s.d. 2030. Program TSHE tahap 2 bertujuan untuk diversifikasi sumber energi terbarukan pada keperluan sehari-hari di sektor Rumah Tangga dan KUKM, melalui pemanfaatan potensi biomasa yang besar sebagai bahan bakar memasak. Sehingga untuk jangka panjang diharapkan mampu mengurangi subsidi bahan bakar LPG yang semakin meningkat.

Adapun langkah implementasi biomassa di era ‘normal baru’ ini yaitu:

-     Optimalisasi pengembangan biomassa domestik dan menunda pemanfaatan biomassa untuk ekspor.

-     Pengembangan penelitian dan pengembangan untuk peningkatan produktivitas tanaman penghasil biomassa domestik.

-     Memaksimalkan kontribusi ahli-ahli biomassa dan akademisi dalam negeri dalam menciptakan inovasi pengembangan biomassa.

-     Pengembangan biomassa berdasarkan potensi lokal.

-     Memanfaatkan lahan marginal dan lahan yang terdegradasi untuk mengembangkan energy crops dengan spesies unggulan.

-     Pengembangan pola kerjasama dan kelembagaan dengan memanfaatkan system digital untuk mengurangi interaksi secara langsung. (RWS)


Contact Center