Menuju Indonesia Hijau

Jumat, 28 Februari 2014 | 00:25 WIB | Jafar Soddik

Angka 24 memiliki makna tersendiri bagi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE). Direktorat Jenderal ini secara resmi dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden No. 24 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi yang pertama, Luluk Sumiarso, juga dilantik pada tanggal 24 Agustus 2010 oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) .

Terlepas dari angka tersebut, peningkatan peranan EBT dalam bauran energi nasional sudah lama dirasakan urgensi-nya. Berbagai kebijakan telah dikeluarkan untuk mendorong pengembangan EBT ini. Pembentukan Ditjen EBTKE merupakan salah satu terobosan penting. Selama ini, bidang EBTKE ditangani terpisah-pisah di beberapa Ditjen dalam lingkungan Kementerian ESDM.

Secara umum, bidang EBTKE ditangani oleh salah satu direktorat di Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi, yaitu Direktorat Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Untuk jenis EBT secara spesifik ditangani terpisah oleh Direktorat Jenderal lainnya. Misalnya Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah di Ditjen Mineral Batu Bara dan Panas Bumi. Sedangkan yang terkait Bahan Bakar Nabati, kebijakan niaga ditangani oleh Ditjen MIGAS.

Seiring semakin pentingnya peranan EBTKE, dirasakan perlu dibentuk organisasi Pemerintah pada level Eselon I. Dengan demikian, diharapkan sinergi pengelolaan bidang EBTKE dapat lebih terjalin antar stakeholder sehingga peranan EBTKE sebagaimana ditargetkan dalam Perpres No. 5 tahun 2006 sebesar 17% dan eleastisitas energi kurang dari 1 dapat tercapai. Tak lain, ini adalah panduan menuju “Indonesia Hijau”.

Rencana Induk Diversifikasi Energi:

Di sisi supply tentu juga perlu disusun suatu Rencana Induk Diversifikasi Energi (RIDEN). RIDEN akan menjadi panduan bagi perencanaan penyediaan energi dengan melakukan rasionalisasi energi fosil dan menyiapkan rencana bagi energi baru terbarukan untuk mengambil peran lebih besar.

Sehingga, secara umum di dalam RIDEN terbagi dalam dua kelompok yaitu Rencana  Induk Pengembangan Energi Baru Terbarukan (RIPEBAT) yang saat ini tengah disesuaikan dan rencana induk di bidang energi fosil untuk melakukan rasionalisasi peranan energi fosil dalam bauran energi nasional.

Pembangunan Energi Bersih

Dalam konteks perubahan iklim, kita tidak bisa lepas dari pembangunan energi bersih. Pemanfaatan sumber daya energi baik energi fosil maupun sumber daya EBT sangat berpengaruh pada  kontribusi sektor enegri terhadap emisi gas rumah kaca.

Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi saat ini tengah menyiapkan Program Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca yang diakibatkan pembakaran energi fosil, atau Program “Reducing emission From Fossil Fuel Burning” disingkat REFF-Burn. Program ini akan mencakup upaya pengurangan emisi gas rumah kaca pada tiga tahap yaitu pre fossil combustion (upaya pencegahan), during fossil combustion (upaya penangkalan), dan post fossil combustion (upaya penanggulangan) atau dikenal juga sebagai program “CEKALANG”.

Program ini akan mengintegrasikan semua kegiatan energi bersih yang ada di Kementerian ESDM menjadi suatu program yang terpadu, yang pelaksanaannya tetap dilaksanakan oleh masing-masing Direktorat Jenderal sesuai klaster yang ditangani.

Informasi lebih lanjut: www.reffburn.org

Contact Center