Dukung Energi Efisiensi di Subsektor Pendingin, Ditjen EBTKE-GIZ Gelar Lokakarya Program "Green Cooling Technology"

Kamis, 22 Agustus 2019 | 16:30 WIB | Humas EBTKE

Jakarta -- Dalam rangka memaparkan program "teknologi pendingin hijau" yang mendukung kebijakan pemerintah di sektor Refrigation and Air Conditioning (RAC), Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) bekerja sama dengan Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH menyelenggarakan lokakarya terkait Green Cooling and Outlook on Gasification in Indonesia pada Kamis (22/8).

"Fokus dari acara ini adalah pada pemaparan pencapaian kerjasama Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jerman mengenai program efisiensi energy serta teknologi yang ramah lingkungan serta potensi kelanjutan project berikutnya yang akan dilakukan. Tak lupa juga mengenai peluang integerasi teknologi energi terbarukan untuk mendukung sektor industri pendingin di Indonesia," terang Direktur Konservasi Energi, Hariyanto saat membuka lokakarya tersebut.

"Pemerintah Indonesia melalui Nationally Determined Contributions (NDC) berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca nasional sebesar 29% pada tahun 2030 dengan upaya sendiri dan dapat ditingkatkan menjadi sebesar 41% dengan bantuan internasional pada Paris Agreement. Pada sektor energi, target ini dapat dicapai salah satunya melalui penerapan energi bersih khususnya energi baru terbarukan dan konservasi energi," lanjut Hariyanto.

Green Cooling "teknologi berpendingin hijau", tutur Hariyanto, merupakan teknologi AC yang ramah lingkungan dan hemat energi, contohnya AC yg menggunakan redrijeran alami (hidrokarbon) yg Global Warming Potentialnya (GWP) = 3.

Lemari es dan AC menyebabkan sekitar 10 hingga 15 persen emisi gas rumah kaca global (GRK) dan sekitar sepertiga dari emisi ini disebabkan oleh kebocoran refrigeran, sementara dua pertiga dihasilkan dari konsumsi alat listrik. Sementara peralatan pendingin modern mengkonsumsi sedikit energi dan beroperasi menggunakan refrigeran alami yang tidak memiliki dampak buruk pada lapisan ozon atau iklim. Adopsi teknologi pendingin yang berkelanjutan dan inovatif yang menggunakan refrigeran alami di negara berkembang saat ini semakin berkembang. Implementasi teknologi berpendingin hijau dan kemitraan stakeholder terkait dalam pengembangannya diyakini dapat membantu mengurangi emisi yang merusak iklim dan menciptakan lapangan kerja baru.

Adapun materi kerjasama yang akan digagas oleh Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Jerman terkait teknologi berpendingin hijau pada lokakarya ini meliputi:
1. Rencana Implementasi proyek pendingin hijau dalam payung proyek Kigali First Mover, dalam proyek ini akan berfokus pada pengemabangan pasar AC Split menggunakan berpendingin hijau yang ramah lingkungan serta hemat energi;
2. Implementasi dan potensi Teknologi Solar-Powered Ice Machine, dalam proyek ini fokus utamanya adalah tantangan peningkatan produksi sektor perikanan di pulau terluar Indonesia dengan menggunakan integerasi antara pemanfaatan energi surya dengan refrijeran yang ramah lingkungan; dan
3. Potensi aplikasi bahan bakar hydrogen di Indonesia.

"Sudah saatnya kita beralih menggunakan teknologi yang lebih efisien sekaligus ramah lingkungan khususnya di sektor Refrigeration and Air Conditioning (RAC) dan upaya aplikasi bahan bakar hydrogen untuk mendukung upaya pemerintah dalam penghematan energi secara makro terutama pada sektor industri dan komersial," tandas Hariyanto. "Selain itu, pemanfaatan teknologi yang efisien dapat mengurangi biaya produksi sehingga diharapkan dapat menumbuhkan daya saing," pungkasnya.

Turut hadir pada lokakarya ini Mr. Philipp Schukat Lead Advisor Climate for GIZ Indonesia, Irwan Sendjaja President of Building Owners and Managers Association (BOMA) Indonesia, dan Ilham Habibie, CEO PT. Ilthabi Mandiri Tehnik. (RWS)

 

 

 


Contact Center