Energi Baru Terbarukan, The Next Big Thing di Dunia

Thursday, 12 December 2019 | 15:10 WIB | Humas EBTKE

JAKARTA – Energi Baru dan Terbarukan (EBT) merupakan hal mutlak dan tak lagi hanya menjadi pilihan tapi sebuah keharusan. Bahwa energi fosil adalah masa lalu dan akan segera habis, generasi muda yang akan menjadi pemimpin di masa depan haruslah berwawasan bagaimana energi di masa depan untuk kelangsungan hidup, dan EBT lah menjadi ‘the next big thing’ yang akan menjadi tulang punggung energi di masa depan. Hal-hal inilah yang menjadi fokus dan isu yang diangkat dalam sebuah forum diskusi yang diinisiasi oleh ID Next Leader dan Forum Energi Muda, bertajuk ‘Renewable Energy: Harga Mati’, hari ini (12/12).

“Saya senang dengan judul diskusi kita hari ini, bahwa sudah tepat renewable energy harga mati, karena EBT menggunakan bahan baku yang ada di negara kita dan bukan impor. Bapak Presiden beberapa kali menyebutkan bahwa kita harus mengurangi defisit neraca perdagangan dan neraca pembayaran, yah salah satunya dengan pemanfaatan EBT, kemandirian energi pun akan tercapai”, ungkap Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan, Jisman Hutajulu, yang menjadi salah satu narasumber dalam diskusi ini.

Jisman pun menjelaskan kepada peserta yang rata-rata generasi muda, baik dari kalangan profesional, praktisi, energy specialist, expert ataupun enthusiast, bagaimana pengelolaan energi di Indonesia. “Pengelolaan energi di negara kita maupun negara lain selalu ada yang disebut dengan energi trilema, pertama energy security, kedua energy equity dan ketiga empowermental sustainability”, ungkap Jisman. Energy security adalah energi yang harus secure dan memenuhi demand yang ada, energy equity adalah energi yang harus memenuhi semua wilayah di Indonesia, harus merata ke semua masyarakat bukan hanya di kota tapi ke daerah-daerah terpencil. Hitungan sementara masih ada sekitar 1,1 – 1,2 juta rumah tangga belum berlistrik karena belum terjangkau sama sekali. Dan terakhir empowermental sustainability bahwa energi itu harus memenuhi isu lingkungan.

Forum diskusi yang berfokus pada isu EBT ini menghadirkan para pembicara dari kalangan professional muda, diantaranya Adhityani Putri selaku Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia Cerah (sebelum nya dikenal denganCERA – Centre for Energy Research Asia), yang merupakan pusat kajian kebijakan dan komunikasistrategis untuk energi bersih dan berkelanjutan di Indonesia. Hadir pula Kirana Sastra Wijaya selaku Senior Partner Umbra Law, Refi Kunaefi selaku Managing Director Akuo Energy Indonesia, Lukman Adi Prananto selaku Vice President - Strategic Investment dan Partnership PT. PP Energidan Florian Kitt, seorang energy specialist yang berasal dari Jerman serta dimoderatori oleh HokkopSitungkir, yang merupakan Direktur PT. Waskita Sangir Energi dan juga Executive Director IDNL.

Diskusi yang digelar membuka wawasan mengapa EBT menjadi wajib dilihat dari perspektif dampak terhadap lingkungan dan nilai ekonomis dari EBT itu sendiri. Berbagai pemahaman diperoleh dari perspektif para pelaku industri. Selaku inisiator forum diskusi ini, ID Next Leader adalah non-profit organization yang berusaha menyediakan support system bagi para pemimpin masa depan yang memiliki karakteristik orang-orang yang adaptif, bekerja cepat, inovatif, dan selalu mencoba hal-hal baru. 

Tiga visi ID Next Leader yaitu mencari pemimpin muda dalam sembilan sektor nasional; menyediakan akses mentoring kepada para pemimpin muda; dan menyampaikan ide pemimpin muda ke pemangku kebijakan, baik lokal, nasional, dan internasional. Sembilan sektor yang dimaksud di antaranya lingkungan hidup, energi, IT, pendidikan, polhukam, seni-budaya, jurnalisme, ekonomi kreatif-pariwisata, dan bisnis-investasi.

Konteks kata ‘muda’ yang ditafsirkan CO-Founder Forum Energi Muda, Faelasufa, yang ditemui pada kesempatan yang sama, yakni bukan sekadar dilihat dari usia, namun semangat dan pemikirannya. Faelasufa mengimbau kepada para peserta diskusi yang didominasi milenial itu untuk mulai beralih menggunakan energi yang ramah lingkungan.

“Keberadaan batu bara masih 50% ada di daerah sekitar kita, padahal membakar batu bara akan menghasilkan CO2. Oleh sebab itu, kita dari sekarang harus lebih aware terhadap isu ini untuk generasi ke depannya. Perubahan bisa dilakukan mulai dari diri sendiri dengan menggunakan energi yang ramah lingkungan. Misalkan menggunakan renewable energy. Batu bara memang masih dibutuhkan, tetapi sebaiknya bisa dikurangi,” tutupnya. (RWS)


Contact Center