Hubungan Internasional Dan Peranannya Dukung Pencapaian Target EBTKE

Senin, 9 Maret 2020 | 10:45 WIB | Humas EBTKE

BOGOR – Sesuai UU 30 tahun 2007 tentang energi, kerja sama internasional di sektor energi hanya dapat dilakukan untuk tiga hal, antaralain menjamin ketahanan energi nasional, menjamin ketersediaan energi dalam negeri, dan meningkatkan perekonomian nasional. Sehingga sasaran kerja sama internasional sektor ESDM utamanya adalah meningkatkan ketahanan pasokan, mempromosikan investasi, capacity building, dan transfer teknologi.

“Di tahun 2025, permintaan energi akan semakin meningkat. Karenanya Pemerintah membuat program-program penghematan energi karena jauh lebih murah menghemat energi daripada membangun pembangkit. Subsektor EBT ditargetkan mencapai 23% dalam bauran energi nasional di 2025. Tentunya ini tidak bisa dengan usaha sendiri, lebih optimis dengan didukung kerja sama internasional”, demikian ungkap Kepala Subdit Bimbingan Teknis dan Kerja Sama Konservasi Energi, Florentius pada saat berbicara di hadapan Himpunan Mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), yang mengikuti International Relations Course akhir pekan lalu (6/2).

Menurut amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK sesuai NDC pada tahun 2030 sebesar 29% dari BaU (business as usual) dengan kemampuan sendiri dan 41% dari BaU dengan bantuan internasional. Untuk mencapai sasaran itu, Lorentius menjelaskan beberapa strategi pengembangan sektor energi baru, terbarukan dan konservasi energi yang tengah diupayakan Pemerintah. Adapun strategi yang dimaksud antaralain:

- membangun energi baru dan terbarukan dengan mitra kerja sama, baik dengan negara lain atau lembaga internasional;

- mencari pasar baru EBTKE dengan melakukan engagement pada forum energi;

- melakukan diplomasi dan negosiasi kepada lembaga internasional;

- mendatangkan investor asing;

- menciptakan pasar energi baru;

- sinergitas, baik sinergi BUMN, sinergi dengan rencana pembangunan daerah dan sinergi antar Kementerian/Lembaga.

Lebih lanjut, Florentius pun mengungkapkan beberapa isu perdagangan dan industri yang dihadapi Indonesia saat ini, termasuk untuk sektor energi, yaitu daftar barang, penurunan tarif dan schedule, serta hambatan non tarif.

“Nah, dengan kerja sama internasional, kita bisa lebih mengupayakan solusi atas atas isu-isu tersebut. Kasus yang dihadapi Indonesia beberapa tahun terakhir ini antara lain pembatasan ekspor mineral dan hambatan ekspor biodiesel. Kita bisa belajar dari proses kasus tersebut. Saya berharap teman-teman mahasiswa dapat mengimplementasikan ilmu diplomasi dan negosiasi, dan tentu saja membuka cakrawala lebih luas mengikuti perkembangan kasus yang ada,” pungkasnya. (RWS)


Contact Center