PLTS Jadi Program Prioritas Genjot Target EBT

Selasa, 16 Februari 2021 | 15:10 WIB | Humas EBTKE

JAKARTA – Dalam Rencana Strategis Energi Nasional, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) menjadi program prioritas Kementerian ESDM sebagai strategi menggenjot bauran energi baru dan energi terbarukan (EBT) sebesar 23% di tahun 2025. Salah satunya melalui PLTS Terapung, dimana pada penyusunan RUPTL 2021-2030 saat ini, semua danau, waduk dan bendungan yang ada di Pulau Jawa akan masuk dalam rencana penyediaan listrik melalui PLTS Terapung. Perhitungan potensinya sebesar 1.900 MW, ini adalah langkah mendorong pemanfaatan tenaga surya di atas air.

“Contoh proyek yang saat ini sedang berjalan adalah PLTS Terapung Cirata, untuk harga sudah masuk dibawah Biaya Pokok Penyediaan (BPP) pembangkitan Jawa, nah akan lebih baik lagi ke depan dikombinasikan disitu ada PLTA dan kita bangun PLTS Terapung jadi bisa saling mengisi”, ujar Direktur Jenderal EBTKE, Dadan Kusdiana pada sambutannya pada gelaran virtual Central Java Solar Day hari ini (16/2), kerja sama Provinsi Jawa Tengah dan IESR (Institute for Essential Services Reform).

Dadan mengungkapkan pendekatan yang paling cepat untuk mengejar target energi bersih yaitu melalui program pemanfaatan energi surya. Matahari ada dimanapun, dan tidak terlalu sulit dan kompleks untuk melakukan studi kelayakan untuk membangun PLTS, apalagi untuk PLTS atap/rooftop. Kementerian ESDM saat ini sedang menyusun rancangan yang disebut Grand Strategi Energi Nasional. Merupakan perencanaan energi jangka menengah sampai tahun 2035 dengan berfokus bagaimana Indonesia bisa mengurangi atau menghilangkan impor dari energi khususnya bahan bakar minyak, kemudian untuk dalam negeri bagaimana Pemerintah menggeser dari yang sifatnya fosil kepada energi terbarukan.

Mendorong PLTS dalam meningkatkan rasio elektrifikasi khususnya adalah terkait dengan konversi dari PLT Diesel ke EBT. Jika melihat ke Indonesia bagian Timur atau pulau yang kecil, sekarang masih berbasis PLTD untuk penyediaan listriknya. Tahun 2020 program konversi akan dimulai, sekitar 200an MW akan diganti dengan pembangkit listrik EBT yang umumnya akan menggunakan PLTS dan baterai (off grid). Lalu untuk pengembangan PLTS skala besar juga akan menyasar wilayah timur Indonesia yang potensi surya nya sangat bagus, seperti di Sumba NTT. Tak hanya itu, program PLTS Atap pada rumah/gedung akan terus ditingkatkan, yang potensinya sangat besar, sistem sudah tersedia, dan peraturannya telah lengkap.

“ini fokusnya memang bukan untuk jualan listrik, jadi tidak ada transaksi atau jual beli listrik antara produsen yang dirumah ke PLN, yang ada perhitungan meter nya, berapa kita masuk ke PLN dan terus berapa yang kita pakai dari PLN, nah selisihnya itu lah yang akan dihitung. Angka nya yang sekarang adalah 35%, jadi kalau kita simpan 100 itu hanya bisa diambil 65, nah perhitungannya yang dititip itu yang lebih bukan kita produksi terus kita titip, tapi yang kita produksi kita pakai, kemudian yang lebih kita titipkan ke PLN. Inipun sekarang sedang kami evaluasi Peraturannya, jadi akan dicoba supaya menjadi lebih baik perhitungannya”, jelas Dadan.

Provinsi Jawa Tengah saat ini tengah gencar untuk mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan, dengan target bauran EBT mencapai 21,32% di tahun 2025, dan meningkat sebesar 28,82% pada 2050 mendatang, yang dituangkan dalam Rencana Umum Energi Daerah (RUED). Pengembangan EBT menjadi salah satu roadmap utama pembangunan di Jawa Tengah, solusi melepas ketergantungan pada energi fosil. Salah satu program EBT yang masif dilakukan Jateng yaitu melalui pemasangan PLTS Atap di gedung kantor instansi pemerintah provinsi (pemprov) dan pemerintah kota (pemkot) dan kabupaten (pemkab).

“Kami sedang memasifkan PLTS atap di semua kantor pemerintahan di Jateng. Kami gunakan untuk memanfaatkan energi gratis dan juga mengantongi penghematan”, kata Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah Jateng, Prasetyo Ari Wibowo. Saat ini kapasitas terpasang PLTS di Jateng mencapai 5,6 MW. Menurut Ari, tantangan dalam implementasi PLTS atap secara masif di Jateng yakni masih minimnya pemahaman di lingkup masyarakat, padahal pengembangan PLTS Atap dinilai potensial, dengan adanya teknologi yang terbuka, mitra yang handal serta skema pembayaran yang bervariasi. Dinas ESDM Provinsi Jateng juga telah berkoordinasi dengan PLN UID Jateng DIY agar pemasangan KWh Exim (export Import) sebagai bagian dari instalasi PLTS Atap akan semakin mudah dan cepat. (RWS)


Contact Center