Strategi Pemerintah Wujudkan Pemanfaatan Biofuel Yang Berkelanjutan

Senin, 14 Februari 2022 | 10:20 WIB | Humas EBTKE

JAKARTA – Pemerintah menunjukkan keseriusan dalam mewujudkan pemanfaatan biofuel yang berkelanjutan di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan peningkatan pemanfaatan biodiesel dari tahun 2016 hingga 2021, sejak dilaksanakannya program mandatori B20 pada tahun 2016 dan B30 pada tahun 2020. Dalam periode tersebut, biodiesel telah memperbaiki neraca perdagangan migas khususnya gas oil yang impornya turun secara signifikan. Sementara meningkatnya harga CPO (crude palm oil) telah memperbaiki tingkat kesejahteraan petani.

“Keberhasilan pemanfaatan biodiesel tidak terlepas dari program mandatori Bahan Bakar Nabati (BBN) yang dilatarbelakangi besarnya potensi CPO di Indonesia, tahun 2021 berhasil diproduksi sebesar 52,3 juta ton dan tentunya komitmen Pemerintah untuk meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi nasional dengan target bauran EBT tahun 2025 sebesar 23%,” tutur Direktur Bioenergi, Edi Wibowo dalam seminar virtual bertajuk Pengaruh B30 menuju B100 terhadap Industri Sawit dan kesejahteraan Masyarakat dengan Optimalisasi peran Milenial dan Society 5.0 (Minggu, 13/2).

Adapun Realisasi B30 tahun 2021 yaitu sebesar 9,3 juta KL, dan penghematannya mencapai Rp 66,54 triliun. Penggunaan minyak sawit tahun 2021 sebesar 65%untuk ekspor, sementara untuk biodiesel hanya sekitar 14%. Populasi kendaraan bermesin diesel berkisar 24% dari total kendaraan bermotor, yang menjadi target program mandatori biodiesel.

“Indonesia menjadi pionir dalam pencampuran biodiesel sebesar 30% dalam minyak solar, yang pertama dan terbesar di dunia untuk semua sektor pada pengguna bahan bakar minyak jenis solar. Arah peningkatan penggunaan biodiesel kedepannya adalah menuju B40 atau akan ditingkatkan lagi,” ujar Edi.

Menurutnya, tantangan biodiesel ke depan adalah transisi energi menuju Nett Zero Emmision dengan advance fuel, pengembangan B40, D100, Bioavtur, perbaikan sarana dan prasarana, katalis merah putih, pengembangan sawit untuk gasoline (IVO, Bensa, G100) yang dikembangkan bersama BBG dan Electric Vehicle.

“Perkiraan supply demand kedepannya sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan implementasi B40. Tapi sebelum diimplementasikan B40, perlu adanya kajian yang lebih komprehensif dengan melibatkan stakeholder terkait seperti Pertamina, APROBI dan juga badan-badan litbang yang ada di Kementerian ESDM dan dengan opsi pencampuran FAME 30% dan HVO 10% kemudian solarnya 60%,” imbuh Edi.

Lebih lanjut ia mengungkapkan untuk menuju biofuel yang berkelanjutan, kedepannya Pemerintah mengembangkan BBN dengan strategi antaralain tidak terbatas untuk biodiesel termasuk pengembangan bioetanol, bioavtur, dan HVO; tidak terbatas pada pengusahaan skala besar, juga didorong yang berbasis kerakyatan; spesifikasi menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen; pemanfaatan by product biodiesel; pemanfaatan hasil sawit non-CPO; dan pengembangan advanced generation biofuels.

Strategi-strategi tersebut dilaksanakan dengan mengikuti prinsip-prinsip berkelanjutan, melibatkan petani, implementasi standar mutu yang semakin baik, proses yang makin efisien, dan upaya harga stabil dan terkendali.

“Kami di Kementerian ESDM sudah mengembangkan biofuel yang berkelanjutan yaitu menerapkan Indonesian Bioenergy Sustainability Indicators (IBSI), dimana ada beberapa indikator yang terkait dengan lingkungan sosial dan juga aspek ekonomi yang harus dipenuhi bagi pelaku usaha supaya nanti biodiesel ini bisa berkelanjutan,” pungkas Edi. (RWS)


Contact Center