Optimalisasi Pemanfaatan Limbah Sawit Guna Mencapai Target Bauran Energi

Selasa, 22 Maret 2022 | 10:00 WIB | Humas EBTKE

JAKARTA - Sebagai produsen dan pengekspor minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia memiliki luasan lahan perkebunan dan pabrik kelapa sawit yang masif. Tercatat hingga 2018, setidaknya ada 12,8 juta hektar lahan perkebunan kelapa sawit dan lebih dari 850 pabrik kelapa sawit yang sebagian besar terkonsentrasi di wilayah Pulau Sumatera dan Kalimantan.

Tidak hanya diproduksi sebagai bahan makanan, kosmetik, maupun perlengkapan kebersihan rumah tangga, kelapa sawit juga telah menjadi salah satu andalan dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dalam negeri. Seluruh limbah kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi karbon netral, termasuk biogas yang dapat dihasilkan melalui pengolahan limbah cair kelapa sawit atau palm oil mill effluent (POME) dengan menggunakan teknologi anaerobic digester (AD).

Sebuah studi mengenai pemanfaatan limbah POME di Indonesia telah dilakukan melalui kerja sama Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) dengan Kementerian Lingkungan Hidup, Konservasi Alam, Keamanan Nuklir, dan Perlindungan Konsumen (BMUV) Pemerintah Jerman melalui Deutsche Gesselschaft für Internationalle Zusammenarbeit (GIZ) GmbH. Studi tersebut memaparkan progres capaian pemanfaatan biogas dari POME hingga tahun 2021 adalah sebesar 28.39 juta m3. Angka ini hanya mewakili 5,9 persen dari target capaian biogas tahun 2025 berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), yaitu sebesar 489,8 juta m3.

Salah satu poin penting dalam Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN KSB) 2009 – 2024 adalah peningkatan pemanfaatan produk kelapa sawit sebagai energi terbarukan dalam rangka ketahanan energi. Sejalan dengan upaya ini, Direktorat EBTKE bekerja sama dengan GIZ mengundang sejumlah pihak dalam rapat Monitoring dan Evaluasi Implementasi Pemanfaatan Biogas dari Limbah Industri Kelapa Sawit, yang dilaksanakan pekan lalu (Selasa, 15/3). Dilaksanakan secara hybrid dari Medan, Sumatera Utara, rapat ini melibatkan perwakilan dari berbagai instansi, seperti kementerian terkait, PLN, pabrik dan perusahaan kelapa sawit, pengembang proyek bioenergi, asosiasi terkait, lembaga kerja sama, hingga dinas terkait di tingkat provinsi dari seluruh Indonesia.

Kegiatan ini ditujukan untuk mendiseminasikan aspek pengembangan EBT dari limbah kelapa sawit sebagaimana tertuang dalam RAN KSB, mengetahui perkembangan status implementasi dan tantangan pemanfaatan biogas dari POME, memantau dan memverifikasi aksi mitigasi perubahan iklim yang dilakukan oleh industri kelapa sawit, serta membuka peluang dialog dan sinergi antara pemerintah dan pelaku industri kelapa sawit dan pembangkit biogas.

Dalam kesempatan tersebut, Direktur Bioenergi, Edi Wibowo, menyampaikan bahwa capaian pembangkit bioenergi hingga 2021 masih sebesar 1,921 MW, jauh dari target 5,5 GW yang direncanakan tercapai pada 2025.

“Capaian pembangkit listrik biogas (PLTBg) dapat dikatakan masih cukup rendah, yaitu sebesar 120 MW, hal ini dapat terus dioptimalkan untuk mewujudkan target capaian bauran energi. Sepanjang 2022 hingga 2024, 50 MW PLTBg diperkirakan akan terealisasi”, ujar Edi.

Edi mengatakan, tak hanya PLTBg, pemanfaatan biogas lain yang juga perlu terus didorong adalah integrasi dengan jaringan gas untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga.

Salah satu pokok bahasan dalam pertemuan ini yaitu terkait regulasi dan perkembangan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian, Dedi Junaedi, menyampaikan bahwa sejauh ini Kementerian Pertanian telah merilis setidaknya 759 sertifikat bagi perkebunan kelapa sawit, baik yang dikelola negara, swasta, maupun perkebunan rakyat. Menurut Ketua Asosiasi Biogas Indonesia, Muhammad Abdul Kholiq, sertifikasi ini tentunya bermanfaat untuk meningkatkan keekonomian perkebunan kelapa sawit.

Mewakili PTPN Holding, Leonardus Alexander Renatus Pane menyampaikan bahwa 10 perusahaan yang dikelola pihaknya akan diarahkan untuk memaksimalkan pemanfaatan POME. Di area-area yang surplus pasokan listrik, pengolahan POME akan diarahkan untuk menjadi boiler co-firing dan produksi Bio-CNG. Serupa dengan pendekatan ini PT Dharma Satya Nusantara (DSN), sebagai salah satu industri yang menginisiasi pembangunan Bio-CNG di Indonesia, juga menyeimbangkan pemanfaatan POME untuk kebutuhan listrik dan non-listrik sebesar 50:50.

Sebanyak 157 perkebunan kelapa sawit mengirimkan respon terhadap kuesioner yang didistribusikan sebelum kegiatan rapat. 67 diantaranya telah memiliki instalasi biogas, baik untuk listrik maupun non-listrik. Melalui kuesioner tersebut, empat kendala utama pemanfaatan POME juga teridentifikasi, yaitu regulasi, kebijakan, faktor internal, serta finansial.

POME memiliki potensi besar untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri, baik listrik maupun non-listrik. Tidak hanya itu, POME juga berperan penting dalam mitigasi gas rumah kaca dengan potensi reduksi emisi mencapai 42.6 juta ton CO2 per tahun. Kegiatan monitoring dan evaluasi implementasi pemanfataan POME ini merupakan bagian penting dari upaya pemerintah untuk mengakselerasi pemanfaatan limbah POME dalam rangka mencapai target bauran energi dan pengurangan emisi. (GIZ/RWS)


Contact Center