Scaling Up Keuangan Perlu Dilakukan untuk Capai Target NZE 2060

Rabu, 31 Agustus 2022 | 18:25 WIB | Humas EBTKE

 

NUSA DUA -- Transisi energi adalah hal yang sangat penting pada situasi iklim global saat ini, di mana batas kenaikan suhu global mencapai 1,5 derajat, bahkan telah menjadi isu setelah COP 26. Indonesia menyadari hal ini dan mengangkat isu Transisi Energi Berkelanjutan sebagai salah satu dari tiga pilar Presidensi G20 Indonesia tahun ini. Hal tersebut disampaikan oleh Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Strategi Pencapaian Energi Transisi Ego Syahrial pada parallel event Energy Transitions Working Group (ETWG) Presidensi G20 Investment Forum on Energy Transition.

Ego menyampaikan bahwa negara-negara anggota G20 telah berkomitmen untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) masing-masing. "Komitmen ini akan menjadi pondasi roadmap NZE secara global, dan berfungsi sebagai alat untuk menganalisis dan mengalokasikan dukungan yang dibutuhkan setiap negara, seperti kebutuhan teknologi, keuangan, infrastruktur, dan sebagainya," ujar Ego, pada Rabu (31/8).

Keuangan adalah faktor yang penting untuk mempercepat transisi energi, sehingga dalam Energy Transitions Working Group (ETWG) pembiayaan menjadi satu dari tiga isu prioritas, selain aksesibilitas dan teknologi energi bersih.

Ego mengatakan, Pemerintah Indonesia telah menetapkan roadmap transisi energi untuk mencapai NZE pada 2060 atau lebih cepat dengan bantuan internasional. Roadmap tersebut membidik 587 gigawatt (GW) dari energi terbarukan dalam bauran energi, yang berasal dari energi matahari, air, arus laut, dan panas bumi, serta hidrogen.

"Dalam jangka pendek, Indonesia berencana untuk mengimplementasikan dekarbonisasi melalui konversi energi diesel ke energi bersih, di mana langkah pertama yang dilakukan adalah mengkonversi pembangkit listrik tenaga diesel di daerah terpencil untuk digantikan dengan gas dan energi terbarukan," terang Ego.

Selain itu, juga akan dilaksanakan implementasi pilot project untuk carbon capture, konversi kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik, penggunaan peralatan rumah tangga listrik, dan pensiun dini bagi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Ego mengatakan bahwa penerapan teknologi akan mengurangi pertumbuhan emisi di dekade mendatang. Namun demikian, hanya 50 persen dari teknologi yang tersedia yang dapat mendukung transisi energi, sementara sisanya seperti baja berbasis hidrogen, baterai yang lebih canggih, reaktor modular kecil, dan sebagainya, masih dalam perkembangan.

"Kita harus meningkatkan variasi teknologi dengan memanfaatkan peluang teknologi, di antaranya smart storage, smart system dan digitalisasi, hidrogen, carbon capture storage, dan lain sebagainya. Selain itu, sumber daya alam Indonesia untuk mendukung roadmap transisi energi tidak hanya dari energi terbarukan, namun juga sumber daya mineral. Pemerintah memprioritaskan peningkatan nilai tambah mineral sebagai bahan baku untuk memproduksi baterai untuk kendaraan listrik dan storage untuk pembangkit EBT," terang Ego.

Ego pun menegaskan bahwa scaling up keuangan perlu dimobilisasi untuk mendorong mitigasi iklim dan adaptasi pada seluruh sektor, termasuk sektor energi yang berkontribusi sekitar 75% dari emisi gas rumah kaca global. International Energy Agency (IEA) juga melaporkan bahwa investasi energi bersih di ekonomi yang muncul dan berkembang perlu bertumbuh dari USD 150 miliar pada 2020 hingga lebih dari USD 1 triliun pertahun di akhir dekade ini untuk mempertahankan kenaikan suhu bumi 1,5 derajat celcius.

"Yang terpenting, ekonomi maju harus berkontribusi dalam memobilisasi keuangan publik dan swasta untuk negara dan ekonomi berkembang. IRENA memperkirakan untuk dapat mencapai NZE pada 2050, secara global kita perlu meningkatkan tiga kali lipat investasi tahunan menjadi USD 4,4 triliun untuk menerapkan energi bersih. Kita pun perlu memperkuat komitmen negara maju untuk menopang pembiayaan USD 100 miliar untuk menangani perubahan iklim," ujarnya.

Blended finance dapat digunakan untuk investasi energi bersih, karena dapat menarik modal komersial ke arah proyek yang berkontribusi bagi pembangunan berkelanjutan, bersamaan dengan menyediakan financial return kepada investor.

"Oleh karena itu, sangat penting untuk mengkatalisasi investasi berkelanjutan dalam skala besar untuk bauran energi bersih untuk memastikan kelayakan proyek energi bersih dan menggunakan kebijakan dalam menciptakan lingkungan yang layak untuk investasi, termasuk melalui kerja sama untuk mendukung negara berkembang dan emerging markets mencapai target NZE," pungkas Ego.(RWS)


Contact Center