Energi Baru Terbarukan Berperan Besar Dalam Upaya Penurunan Emisi Di Sektor Energi

Wednesday, 14 September 2022 | 12:30 WIB | Humas EBTKE

 

 Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif kembali mengingatkan kembali peran penting pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia dalam penurunan emisi gas rumah kaca di sektor energi, sekaligus untuk mewujudkan Indonesia Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat. Indonesia memiliki potensi EBT yang sangat melimpah yaitu sekitar 3.000 giga watt (GW), di mana potensi panas bumi mencapai 24 GW.

"Pada COP26 tahun 2021, Indonesia telah berkomitmen untuk melakukan penurunan emisi gas rumah kaca yang dipertegas bahwa Indonesia akan mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat. Untuk itu diperlukan upaya memitigasi perubahan iklim dengan menurunkan emisi karbon (dekarbonisasi) namun dengan tetap menjaga ketahanan energi," demikian dikatakan Menteri Arifin di acara the 8th Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition, hari ini, Rabu (14/9).

Aksi mitigasi yang berperan paling besar dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca di sektor energi adalah pengembangan EBT sebagai langkah transisi menuju energi yang lebih bersih, minim emisi, dan ramah lingkungan, lanjut Arifin.

Arifin mengungkapkan, Indonesia memiliki potensi EBT yang sangat melimpah yaitu sekitar 3.000 GW. Potensi panas bumi sendiri sebesar 24 GW. Selama 5 tahun terakhir, Pembangkit EBT terus mengalami peningkatan, saat ini kapasitas pembangkit EBT sebesar 12 GW, dan panas bumi menyumbang sekitar 2,2 GW.

"Potensi EBT akan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mempercepat transisi energi. Pada tahun 2060 kapasitas pembangkit EBT ditargetkan sebesar 700 GW yang berasal dari solar, hidro, bayu, bioenergi, laut, panasbumi, termasuk hidrogen dan nuklir. Pembangkit panas bumi diperkirakan akan mencapai 22 GW yang didorong dengan pengembangan skema bisnis baru, inovasi teknologi yang kompetitif dan terjangkau, antara lain deep drilling geothermal development, enhanced geothermal system, dan offshore geothermal development," jelas Arifin.

Arifin juga menginformasikan, untuk mempercepat dan memperbesar pemanfaatan panas bumi sebagai sumber energ, Pemerintah memberlakukan kembali tarif uap panas bumi dan tenaga listrik dan mengusulkan kemudahan proses perizinan penggunaan lahan di hutan konservasi, dan pembebasan pajak bumi dan bangunan.

Meningkatkan dan mempercepat pengembangan energi bersih menuju transisi energi akan membutuhkan beragam teknologi dan dukungan keuangan dari berbagai entitas yang meliputi pemerintah, organisasi internasional, lembaga keuangan, bisnis, serta filantropi.

"Terkait dengan Akses penggunaan dan pemanfaatan teknologi harus dibuat lebih inklusif, oleh karena itu akses terhadap teknologi dan pembiayaan yang terjangkau harus dijajaki secara masif. Saat ini di Indonesia terdapat 2 skema pembiayaan pengembangan panas bumi, yaitu Geothermal Energy Upstream Development Project dan Geothermal Resource Risk Mitigation yang merupakan kerja sama dengan Kementerian Keuangan, PT SMI, dan Bank Dunia," pungkas Arifin.

Senada dengan Menteri ESDM, Presiden Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Prijandaru Effendi juga mengatakan bahwa panas bumi dapat menjadi sumber energi alternatif yang bersih dan dapat dijadikan sebagai sumber energi transisi.

"Panas bumi adalah sumber energi bersih, andal dan berkelanjutan yang jika dikembangkan dan dikelola dengan baik dapat menjadi salah satu solusi penting dalam transisi energi nasional guna mendukung ketahanan energi dimasa mendatang," ujar Prijandaru.

"API akan terus menyuarakan energi panas bumi sebagai sumber energi utama dalam menjamin keberlanjutan pembangunan nasional demi terwujudnya kemandirian energi nasional serta sekaligus berkontribusi pada komitmen kita di konvensi Paris agreement yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016," lanjut Prijandaru.

Prijandaru menegaskan, API berkomitmen untuk meningkatkan pemanfaatan panas bumi sebagai sumber energi sebagai mana yang sudah tercatat dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yakni sebesar 7,2 GW pada tahun 2025 dan tahun 2030 sebesar 10 GW dan 17 GW di tahun 2050.

"Pencapaian pamanfaatan panas bumi sesuai target di RUEN tidak mudah karena itu diperlukan kerja keras dan program akselerasi yang konkret dan realistis. Berkaitan dengan itu API akan membantu pencapaian target tersebut namun kami membutuhkan dukungan penuh Pemerintah agar permasalah dan tantangan yang ada saat ini dapat segera diselesaikan," imbuh Prijandaru. (RWS)


Contact Center