Dukung Transisi Energi, Pemerintah Dorong Pemanfaatan Langsung Panas Bumi
BANDUNG – Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi melalui Direktorat Panas Bumi menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) Perizinan Berusaha Pengusahaan Panas Bumi Untuk Pemanfaatan Langsung (Kamis, 17/11). Bimbingan Teknis ini bertujuan untuk mendorong optimalisasi pemanfaatan langsung panas bumi di Indonesia, sekaligus mendukung transisi energi.
Dalam sambutan pembukaannya, Direktur Panas Bumi, Harris, menyampaikan berdasarkan data Badan Geologi, potensi panas bumi di Indonesia mencapai 23,36 GW. Potensi panas bumi ini tersebar sebanyak 356 lokasi di seluruh Indonesia dengan mayoritas pemanfaatannya secara tidak langsung untuk pembangkit listrik.
“Pemanfaatan panas bumi lebih banyak untuk pembangkit listrik dengan kapasitasnya sekitar 2.346 MW, namun untuk pemanfaatan langsung, belum begitu banyak sehingga kita memandang bahwa ini perlu kita kelola dan optimalkan secara baik,” tutur Harris.
Untuk diketahui, pemanfaatan tidak langsung panas bumi adalah kegiatan pengusahaan pemanfaatan panas bumi melalui proses pengubahan dari energi panas dan/atau fluida menjadi energi listrik. Sementara pemanfaatan langsung adalah kegiatan pengusahaan panas bumi secara langsung tanpa melakukan proses pengubahan dari energi panas dan/atau fluida menjadi energi lain untuk keperluan nonlistrik. Pemanfaatan langsung digunakan untuk wisata, agrobisnis, industri dan kegiatan lainnya yang menggunakan panas bumi secara langsung.
Sumber pemanfaatan langsung dapat berupa manifestasi panas bumi, air panas dan/atau uap hasil pengeboran panas bumi untuk pemanfaatan langsung, dan/atau air panas dan/atau uap hasil pemanfaatan tidak langsung panas bumi.
Harris menjelaskan regulasi yang mengatur pemanfaatan panas bumi di Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi. Undang-undang ini mengatur pemanfaatan panas bumi baik untuk pemanfaatan langsung maupun pemanfaatan tidak langsung. Untuk pemanfaatan tidak langsung panas bumi, telah diturunkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2016 tentang Bonus Produksi dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2017 tentang Panas Bumi Untuk Pemanfaatan Tidak Langsung.
Selain Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014, dasar hukum pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan langsung yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2021.
“Standar Perizinan Berusaha Pengusahaan Panas Bumi Untuk Pemanfaatan Langsung diatur dalam Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral, peraturan ini merupakan penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) oleh Menteri ESDM sebagaimana amanat UU 11 tahun 2021,” imbuhnya.
Standar Perizinan Berusaha Pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung sebagaimana dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 tahun 2021 dengan detil memuat:
1. Bentuk perizinan pemanfaatan langsung berupa Serifikat Layak Operasi
2. Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang terkait
3. Tata cara memperoleh Sertifikat Laik Operasi Pemanfaatan Langsung
4. Alur Permohonan penerbitan Sertifikat Laik Operasi Pemanfaatan Langsung
5. Standar Teknis Pengambilan energi panas bumi, dan
6. Kegiatan Pembinaan dan pengawasan
Melalui bimtek ini, Harris berharap kegiatan pemanfaatan langsung yang selama ini telah berjalan dapat segera ditindaklanjuti dengan penerbitan sertifikat layak fraksi (SEO) sesuai dengan regulasi yang ada saat ini. Demikian pula dengan pengajuan perizinan pemanfaatan langsung dapat segera diproses dengan mengacu pada regulasi yang berlaku saat ini.
Harris juga menegaskan pentingnya kolaborasi semua pihak dalam optimalisasi pemanfaatan langsung panas bumi sebagai upaya mendukung target transisi energi yang ditetapkan Pemerintah saat ini. Karena dalam pelaksanaan transisi energi, selain target penyediaan energi yang baik, cukup dan harga terjangkau, terdapat pula target mengurangi emisi gas rumah kaca sampai dengan nol secara netral.
“Saat ini Indonesia sedang berupaya menuju energi transisi dengan target net zero emission. Nah disinilah kita perlu mendorong pemanfaatan energi baru dan terbarukan tidak hanya untuk pembangkit listrik tetapi juga untuk pemanfaatan langsung”, pungkas Harris.
Untuk dapat mencapai target net zero emission tentunya kolaborasi kerja sama dan pemahaman yang sama untuk program program kegiatan yang ada di sektor energi khususnya energi baru terbarukan harus dijalankan secara baik sehingga target- target yang telah ditetapkan dapat tercapai. (RWS)