Pemerintah Beberkan Program Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Berkelanjutan

Rabu, 14 Desember 2022 | 10:00 WIB | Humas EBTKE

BANDUNG – Pemerintah terus berupaya mendorong nilai tambah dan pemanfaatan sampah perkotaan sebagai sumber energi terbarukan untuk pemenuhan pasokan energi nasional serta turut mendukung transisi energi dan mencapai target National Determined Contributions (NDC) Indonesia.

“Pemanfaatan sampah untuk energi termasuk salah satu Program Prioritas Nasional. Melalui pencanangan di 12 kota untuk pembangunan Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik/PSEL diharapkan dapat berkelanjutan dan menyelesaikan permasalahan sampah,” ungkap Direktur Bioenergi Edi Wibodo dalam kegiatan Bioshare Series 9 yang mengambil topik Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Berkelanjutan: Tantangan dan Peluang pada hari ini Selasa (13/12).

Selain untuk pemanfaatan energi listrik, lanjut Edi, sampah juga dapat diolah menjadi bentuk lain sebagai bahan bakar jumputan padat (RDF/SRF/Pelet) untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku energi di industri-industri dan PLTU khususnya sebagai subtitusi dari batubara. Hal ini tentunya akan ikut membantu upaya transisi energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Lebih lanjut Edi menekankan bahwa dalam kebijakan umum pemanfaatan sampah sebagai energi, pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta sampah dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi.

“Waste-to-Energy merupakan upaya mengatasi permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh sampah, bukan masalah energi. Energi yang dihasilkan dianggap sebagai bonus. Untuk kewenangan pengelolaan sampah, termasuk pengolahan sampah menjadi energi, berada di tingkat kota/kabupaten. Sehingga diperlukan kerja sama yang aktif serta sinergi yang baik untuk mewujudkan tujuan pemanfaatan sampah menjadi energi yang berkelanjutan,” tukasnya.

Ia menyampaikan Kementerian ESDM juga telah aktif melibatkan beberapa mitra kerja sama dalam upaya pengembangan proyek pemanfaatan sampah menjadi energi yang lebih luas seperti melalui pre-feasibility study, kajian keekonomian, kajian cofiring, dan peningkatan kapasitas para stakeholder terkait.

Pada kesempatan yang sama, Koordinator Investasi dan Kerja Sama Bioenergi Trois Dilisusendi mengungkapkan bahwa pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) menjadi salah satu pembangkit bioenergi yang masuk dalam green RUPTL 2021-2030, dimana target pembangkit sampah mencapai 277,5 MW pada tahun 2030. Hal ini menjadi wujud implementasi regulasi pencapaian target NDC.

Adapun rencana/kuota pengembangannya meliputi 9 MW PLTSa Benowo, Jawa Timur; 0,5 MW PLTSa Sukawinatan, Sumatera Selatan; 5 WM PLTSa SCMPP, Jawa Tengah; 10 WM kuota tersebar masing-masing di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara; 25 MW kuota tersebar masing-msing di Sumatera Selatan dan Jawa Tengah; 35 MW PLTSa Sunter, DKI Jakarta; 19 MW kuota tersebar di Bali, 49 MW kuota tersebar di Jawa Barat; 40 MW kuota tersebar di Banten, dan 50 MW kuota tersebar di DKI Jakarta.

“Kami menetapkan program percepatan PLTSa dan mewajibkan PT PLN untuk membeli listrik dari PLTSa. Selain itu, Pemerintah berupaya memberikan insentif, kompensasi, dukungan infrasukturk fisik dan menyederhanakan  perizinan, serta bekerja sama dengan lembaga internasional/donor/institusi finansial lainnya untuk mendukung proyek PLTSa,” urai Trois.

Selain itu, imbuh Trois, beberapa upaya Pemerintah lainnya dalam mendukung pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yaitu memberikan bantuan Biaya Layanan Pengelolaan Sampah bagi proyek yang masuk dalam program percepatan pembangunan PLTSa, memberikan bimbingan teknis dan dukungan pelaksanaan Pra-FS kepada Pemerintah Daerah dan Stakeholder terkait, serta menyusun Buku Panduan bagi Calon Investor/Pengembang.

Selain pengembangan PLTSa, Pemerintah juga mendorong waste-to-energy melalui pengembangan cofiring. Cofiring biomassa pada PLTU adalah upaya alternative mengurangi pemakaian batu bara dengan memanfaatkan bahan bakar biomassa sebagai pengganti sebagian batu bara dengan tetap memperhatikan kualitas bahan bakar sesuai kebutuhan.

“Sampai dengan Oktober ini, 33 lokasi PLTU telah mengimplementasikan cofiring dengan total pemakaian biomassa sebanyak 455 ribu ton biomassa, produksi green energy sebesar 465 GWH dan penurunan emisi diperkirakan mencapai 461 ribu ton CO2,” kata Trois.

Adapun upaya Kementerian ESDM dalam pengembangan cofiring antara lain dukungan regulasi untuk implementasi cofiring biomassa pada PLTU, penyusunan kajian tentang pemanfaatan biomassa hutan untuk cofiring, koordinasi antar stakeholder terkait, penyusunan SNI bahan bakar biomassa untuk pembangkit dan mendorong sinergi dan kerjasama pihak terkait dalam penyediaan bahan bakar biomassa pada berbagai sektor.

Sebagai informasi, webinar Bioshare series yang ke 9 ini merupakan penutup seri Bioshare di tahun 2022. Bioshare series merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah yang dalam hal ini adalah Kementerian ESDM untuk melakukan sosialisasi dan diseminasi program-program pengembangan dan pemanfaatan bioenergi di Indonesia. Bioshare series menghadirkan narasumber ahli sesuai kepakarannya dalam bidang bioenergi dan mengundang seluruh kalangan terkait. (RWS)


Contact Center