Dana Ketahanan Energi Harus Dikelola Secara Transparan

Selasa, 29 Desember 2015 | 07:01 WIB | Ferial

EBTKE--Pemerintah memutuskan untuk mulai memupuk dana ketahanan energi, melalui pemungutan premi pengurasan energi fosil, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 dan PP nomor 79 tahun 2014. Menanggapi berbagai respon, Menteri ESDM Sudirman Said menyatakan bahwa pro kontra atas hal yang baru wajar saja. Yang penting, Pemerintah harus mampu menunjukkan cara pengelolaan yang profesional, transparan dan akuntabel.

"Secara konsepsi dana ini dapat digunakan untuk mendorong eksplorasi agar depletion rate cadangan kita bisa ditekan. Juga bisa digunakan untuk membangun infrastrukur cadangan strategis. Pun dapat digunakan untuk membangun energi yang sustainable yakni energi baru dan terbarukan," ujar Sudirman Said, dalam siaran persnya, Jumat , 25 Desember 2015.

Lebih lanjut dia mengatakan, dana ketahanan energi ini seperti uang negara pada umumnya, akan disimpan oleh Kementerian Keuangan dengan otoritas pengggunaan oleh kementerian teknis yaitu Kementerian ESDM. Secara internal, audit dilakukan oleh Irjen Kementerian ESDM atau BPKP. Selanjutnya, BPK juga akan melakukan audit.

Dari sisi kebutuhan kita, lanjut Sudirman, yang paling mendesak untuk disediakan adalah dana stimulus untuk membangun enegi baru dan terbarukan. Juga dana stimulus untuk melakukan eksplorasi migas, geothermal dan batubara karena investasi untuk eksplorasi sedang mengalami penurunan. "Eksplorasi harus kita lakukan untuk mengetahui dengan akurat cadangan kita," katanya.

Sudirman memaparkan, pasal 30 UU 30/2007 sebenarnya telah diterjemahkan melalui Kebijakan Energi Nasional (KEN). Meski demikian, perlu diatur secara khusus tata cara pemungutan dan pemanfaatan Dana Ketahanan Energi, termasuk prioritas pemanfaatannya. "Dalam persidangan Januari nanti, kami juga akan konsultasikan kepada Komisi VII DPR RI," lanjut Sudirman.

Situasi pengelolaan energi Indonesia hari ini dan ke depan, kata Sudirman, sudah harus berbeda karena memang tantangannya juga berbeda. Pengelolaan yang tidak tepat di masa lalu tentu harus dikoreksi, yang baik harus dipertahankan. Rezim subsidi harus secara bertahap bergeser menjadi rezim netral subsidi dan suatu saat dikenakan pungutan premi atas BBM. Beban keuangan negara harus diprioritaskan ke belanja yang lebih produktif seperti infrastruktur kesehatan dan pendidikan.

Berkaitan dengan mekanisme pemungutan dan pengelolaan, kata Sudirman, jika memang harus masuk dalam APBN, maka Pemerintah akan mengusulkannya melalui mekanisme APBN-P kepada DPR.


Contact Center