Wapres Jusuf Kalla Minta Percepatan Pengembangan Panas Bumi

Selasa, 13 Agustus 2019 | 14:35 WIB | Humas EBTKE

JAKARTA – Mengambil tema ‘Making Geothermal the Energy of Today’, gelaran Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition (IIGCE) kembali dilaksanakan dan dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla di Jakarta Convention Center. Kegiatan ini merupakan agenda tahunan Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) sekaligus sebagai forum Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) INAGA, yang akan dilangsungkan mulai 13 hingga 15 Agustus 2019.

Dalam sambutannya, Wapres JK mengutarakan bahwa isu lingkungan yang mendunia terkait polusi udara menjadi faktor untuk makin meningkatkan dan mengembangkan pemanfaatan energi baru terbarukan seperti pemanfaatan energi surya, air, bahan bakar nabati dan tentu saja panas bumi sebagai pembangkit tenaga listrik.

Geothermal di Indonesia seperti kita tahu bukan hal yang baru, 35 tahun yang lalu Kamojang sudah beroperasi, menyusul Dieng, Patuha, dan Lahendong. Sampai hari ini pencapaian pembangkit panas bumi baru 2000 MW, kemajuannya lambat sekali”, ungkap JK. Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa Pemerintah akan menyederhanakan tarif  dan proses Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), sehingga tidak semua tanggung jawab ke PLN.

Hadir pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar menyampaikan pendapatnya, alih-alih membuat panas bumi menjadi energi kini, tapi harusnya panas bumi menjadi energi kemarin, hari ini dan besok, dan hal ini sangat penting karena menunjukkan komitmen Pemerintah untuk membuat panas bumi juga menjadi sumber energi di masa depan dan generasi selanjutnya. Terkait dengan pengembangan panas bumi, ia mengatakan stakeholder pasti menginginkan ‘fairness and justice’  dari Pemerintah.

“Fairness terdiri dari tiga pilar, yaitu engagement, explanation dan explanation. Kita persilahkan bapak ibu melihat kesempatan yang ada tidak saja di Geothermal tapi di proyek-proyek lain. Selanjutnya kita terangkan siapa yang mengevaluasi proyek, berapa lama dan apakah kita membutuhkan proyek ini (pilar explanation). Pilar terakhir, expectation. Apakah ekspektasi Pemerintah? yaitu berapa harga yang mungkin bisa dijangkau oleh PLN dan berapa harga yang masuk akal yang diajukan oleh pengembang sehingga proyek ini bisa jalan” pungkas Arcandra.

Sebagai penutup Wamen Arcandra berharap agar gelaran ini menjadi sarana untuk belajar memperbaiki apa yang perlu diperbaiki ke depannya, sehingga panas bumi dapat menjadi energy of yesterday, today and tomorrow.

Prijandaru Effendi, Ketua Umum API menyatakan bahwa Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengembangkan sumber daya energi panas bumi dengan pemanfaatan total kapasitas terpasang sejumlah 1948,5 MW. Selain itu, Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Amerika Serikat sebagai produsen energi panas bumi terbesar. Keberadaan panas bumi pun tidak bisa dijadikan pilihan tetapi sudah menjadi hal utama, ini terbukti pada saat kejadian Black Out yang terjadi di pulau Jawa, bahwa aliran listrik dari sumber energi panas bumi dapat mengcover cakupan listrik secara cepat di pulau Jawa.

“Dukungan untuk terus menggali potensi panas bumi di Indonesia akan terus diberikan. Panas bumi memberikan banyak manfaat. Bukan hanya energi listrik yang kita rasakan, melainkan juga manfaat dari segi sosial, ekonomi, hingga pembangunan daerah. Berdasarkan target pemasangan energi panas bumi dengan energi yang sudah terpasang, potensi energi panas bumi masih bisa dimaksimalkan” demikian ungkap Paul E. Mustakim, selaku Ketua Penyelenggara 7th IIGCE 2019. (RWS)


Contact Center