Pengentasan Kemiskinan Sebagai Usaha Mitigasi Perubahan Iklim

Kamis, 19 November 2015 | 14:02 WIB | Ferial

EBTKE--Rachmat Witoelar, Utusan Khusus Presiden Joko Widodo untuk Pengendalian Perubahan Iklim menekankan bahwa semua negara harus melakukan aksi mitigasi dengan menentukan jenis kontribusi berdasarkan kondisi sosial ekonomi masing-masing.

Hal tersebut ia sampaikan dalam pertemuan menteri-menteri yang menangani perubahan iklim dari sekitar 80 negara menjelang perundingan perubahan iklim internasional di Paris (COP21).

"Di Indonesia, langkah mitigasi perubahan iklim harus sejalan dengan pengentasan kemiskinan, karena itu merupakan prioritas Pemerintah Indonesia saat ini. Hal ini sudah tercantum pada INDC Indonesia," kata mantan Menteri Lingkungan Hidup periode 2004-2009 itu, dalam keterangan pers yang diterima media.

Rachmat juga menekankan bahwa untuk mencapai tujuan jangka panjang stabilisasi gas rumah kaca tersebut, harus ada kolaborasi usaha antara pemerintah, sektor bisnis, pemerintah kota, dan pihak lainnya untuk meningkatkan skala aksi.

Hal tersebut harus diterjemahkan ke dalam konteks pembangunan ekonomi dan sosial serta pengentasan kemiskinan agar mendapatkan dukungan lebih dari banyak pihak.

Selain itu, Indonesia juga menekankan pentingnya tujuan jangka panjang untuk adaptasi perubahan iklim mengingat sudah banyak masyarakat Indonesia yang terkena dampak perubahan iklim.

Dia menambahkan, agar dicapai sebuah kesepakatan pada COP21, rasa percaya antar Negara Pihak perlu dibangun dan dipertahankan.

Salah satu caranya yaitu negara maju harus memenuhi janjinya untuk menyalurkan dukungan pendanaan pada negara berkembang untuk aksi perubahan iklim hingga tahun 2020.

"Minggu lalu dana yang terkumpul untuk tahun 2020 masih US$10 miliar, sekarang sudah US$62 miliar dari target US$100 miliar. Jadi kemungkinan besar target ini akan tercapai," jelaa Rachmat.

"Namun, diperlukan sebuah sistem transparansi aliran pendanaan yang tidak hanya ditujukan bagi negara penerima dukungan saja. Negara pemberi dukungan juga harus lebih transparan dalam menyalurkan dananya," tambahnya.

Pertemuan yang berlangsung sejak tanggal 8 hingga 10 November 2015 itu dilakukan untuk menemukan titik temu antar negara pihak sebagai landasan bagi negosiator untuk berunding nanti demi menghasilkan kesepakatan yang akan menentukan upaya pengendalian perubahan iklim pasca 2020.


Contact Center