Pembangunan PLTP Muara Labouh Dilanjutkan

Kamis, 6 November 2014 | 10:17 WIB | Ferial

EBTKE-- PT Supreme Energy akan tetap melanjutkan pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Muara Labouh, Sumatera Barat kendati cadangan uang yang ditemukan dibawah perkiraan.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana membenarkan bahwa cadangan uap panas bumi PLTP Muara Labouh di bawah perkiraan awal. Pihaknya juga sudah menyetujui pembangkit ini dibangun secara bertahap.

“Termasuk nanti ada renegosiasi harga agar lebih baik lagi sehingga keekonomian proyek tercapai,” ujar dia usai penandatanganan pendanaan PLTP Rantau Dedap di Jakarta, Selasa malam 04 November 2014.

PLTP Muara Labouh ini termasuk proyek program percepatan 10 ribu MW tahap kedua. Seperti diketahui, kapasitas total proyek-proyek di program ini mencapai 10.047 MW, terdiri dari PLTP mencapai 49 persen atau berkapasitas 4.925 MW, lalu PLTU sebesar 30,1 persen atau berkapasitas 3.025 MW, PLTA sebesar 17,4 persen atau 1.753 MW, lalu PLTG sebesar 280 MW, dan PLTGB sebesar 64 MW.

Pada kesempatan yang sama, Presiden Direktur dan CEO Supreme Energy Triharyo Indrawan Soesilo menuturkan, pihaknya telah merampungkan pemboran seluruh sumur uap panas bumi untuk PLTP Muara Labouh. Sayangnya, cadangan uap panas bumi yang ditemukan di bawah perkiraan perusahaan, yakni hanya 70 megawatt (MW) dari target 120 MW.

Meski demikian, lanjut Triharyo, pihaknya akan tetap melanjutkan pengerjaan pembangkit listrik PLTP Muara Labouh ini. Cadangan yang ditemukan pun, disebutnya sudah diagunkan ke bank untuk mendanai konstruksi pembangkit listrik tersebut.

Namun, berbeda dari rencana awal, pengerjaan PLTP Muara Labouh akan dilakukan bertahap. “Nanti akan dibangun dulu tahap satu, setelah itu selesai baru masuk tahap 2 dan 3,” kata dia.

Menurut Triharyo, saat ini pihaknya tengah berdiskusi dengan PT PLN (Persero) untuk harga listrik dari pembangkit tahap pertama PLTP Muara Labouh ini. Kesepakatan harga ini diperlukan agar Supreme bisa segera mengucurkan dana untuk selanjutnya memulai konstruksi pembangkit.

Sebenarnya, Supreme dan PLN sebelumnya telah meneken perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) dimana harga listrik ditetapkan sebesar US$ 9,4 sen per kilowatt hour (kWh). Namun, harga harus dinegosiasi ulang pasalnya cadangan yang ditemukan dibawah perkiraan.“Kami ingin secepatnya bisa mengeluarkan investasi. Setelah ini, kami akan melelang EPC (rekayasan, pengadaan, konstruksi/engineering, procurement, and construction) pembangkit,” jelas dia. Saat ini, pihaknya masih menyelesaikan desain untuk pembangkit listriknya. Investasi yang sudah dikucurkan mencapai US$ 130 juta.

PLTP Muara Labouh tahap pertama ini diperkirakannya akan mulai konstruksi sekitar kuartal kedua tahun depan. Dengan asumsi masa konstruksi 30 bulan, maka PLTP Muara Labouh tahap pertama bisa mulai beroperasi sekitar akhir 2017.

Untuk pengembangan tahap selanjutnya, Triharyo optimis bisa menemukan tambahan cadangan uap panas bumi. Pasalnya, Supreme belum bisa masuk ke Hutan Taman Nasional Kerinci Seblat. Karenanya, pihaknya tetap menargetkan kapasitas total PLTP Muara Labouh bisa mencapai 220 MW. “Dengan Undang-Undang Panas Bumi yang baru, dimana kegiatan panas bumi tidak lagi disebut kegiatan pertambangan, kami sekarang bisa masuk ke Hutan Kerinci Seblat,” pungkas dia.

 

 

 

 


Contact Center