Sembilan Program Strategis Kementerian ESDM

Rabu, 30 September 2015 | 13:51 WIB | Ferial

EBTKE-- Untuk mempercepat pengembangan energi demi mencapai kedaulatan energi nasional, Kementerian ESDM telah menyusun 9 Program Strategis Nasional yaitu perbaikan bauran energi, pembudayaan konservasi energi, eksplorasi migas secara agresif, peningkatan produksi dan lifting migas, pembangunan infrastruktur migas, pembangunan pembangkit 35.000 MW, pembangunan industri penunjang sektor energi, hilirisasi industri mineral dan batubara dan konsolidasi industri tambang.

Perbaikan Bauran Energi Nasional merupakan program menuju 25 persen peran energi baru terbarukan dalam bauran energi tahun 2025. Hal ini dilakukan melalui pengarusutamaan energi terbarukan dan mengurangi penggunaan energi fosil serta akan dikeluarkan beberapa peraturan feed in tariff untuk meningkatkan pembelian tenaga listrik dari pembangkit EBT.

Pembudayaan Konservasi Energi perlu ditingkatkan dan didorong untuk menjadi kesadaran dan tanggung jawab semua pihak. Ke depan, sosialisasi dan bimbingan teknis perlu terus dilakukan dengan menerapkan Permen ESDM No 18 tahun 2014 tentang pembubuhan label tanda hemat energi pada lampu swablast, verifikasi perusahana yang mengajukan penerapan labelisasi, melaksanakan audit energi dan manager energi di setiap gedung serta mengintensifkan sistem manajeman energi pada industri.

Eksplorasi Migas Secara Agresif perlu dilakukan karena tidak ada penemuan besar cadangan minyak dan gas bumi dalam 12 jam tahun terakhir kecuali Blok Cepu. Untuk melakukan eksplorasi migas menghadapi beberapa tantangan besar, seperti eksplorasi lebih ke wilayah timur dan berada di remote area, regulasi yang belum mendukung eksplorasi massif serta kualitas data migas minim. Pemerintah telah membentuk Komite Eksplorasi Nasional yang telah memberikan usulan, antara lain untuk memprioritaskan eksplorasi, revisi kontrak migas non konvensional, keterbukaan data dan transfer riset menjadi data migas. Selain itu, riset-riset dasar petroleum system dan kegiatan eskplorasi di wilayah kerja produksi atas biaya negara untuk memperbaiki dan mempercepat eksplorasi secara agresif.

Peningkatan Produksi dan Lifting Migas. Peningkatan produksi dan lifting migas mengalami kendala di lapangan dan infrastruktur migas yang sudah tua serta perizinan dan lahan. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan regulasi untuk menarik investor, seperti penyelesaian revisi UU Migas, memmberikan fiskal term and condition yang lebih baik terutama untuk wilayah frontier, laut dalam dan penyederhanaan perizinan.

Pembangunan Infrastruktur Migas diperlukan karena lokasi sumber daya yang jauh dari pusat konsumen dan kapasitas infrastruktur energi yang kurang dan tumbuh lebih lambat. Saat ini, lapasitas kilang BBM yang dimiliki jauh lebih rendah dari konsumsi dan efisiensinya rendah. Keterbatasan kapasitas penyimpanan teritama di wilayah Timur Indonesia, penambahan infrastruktur untuk program konversi BBM ke BBG (pipa dan SPBG) masih sangat lambat. Oleh karena itu, diperlukan penambahan kilang baru dan penyelesaian Refinery Development Master Plan (RDMP) Pertamina, peningkatan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur migas dan memberikan insentif untuk pengembangan infrastruktur energi.

Pembangunan Pembangkit 35.000 MW diperlukan untuk menghindari krisis energi, terutama listrik, dengan hanya adanya 7 sistem dalam status normal dari 23 sistem yang ada. Oleh karena itu diperlukan pembangunan pembangkit listrik sebesar 7.000 MW per tahun untuk menunjang pembangunan ekonomi sebesar 6 persen per tahun.

Pembangunan Industri Penunjang Sektor Energi sebagai modal untuk mengembangkan kapabilitas industri nasional dan insinyur Indonesia dan peran industri dalam negeri yang masih kurang dalam mendukung sektor ESDM. Diperlukan kebijakan fiskal yang mendukung investasi sekaligus berpihak pada produk dalam negeri dan peningkatan standarisasi komponen yang dihasilkan di dalam negeri.

Hilirisasi Industri Mineral dan Batubara yang dilakukan sebagai amanat dari Undang-Undang No 4 Tahun 2019 tentang peningkatan nilai tambah mineral dan batubara yang mendorong optimalisasi pemanfaatan produk pertambangan sehingga kembali tidak diekspor sebagai raw material.

Konsolidasi Industri Tambang merupakan amanat Undang-Undang No 4 tahun 2009 mengenai penataan perizinan pertambangan di daerah dan izin pertambangan yang tumpang tindih dan tidak sesuai dengan peruntukkan wilayah. Hal ini untuk meningkatkan penerimaan negara dari izin pertambangan yang dikeluarkann daerah.


Contact Center