Sosialisasi Pemanfaatan BBN Di Sektor Industri Besi dan Baja

Selasa, 12 Februari 2013 | 07:58 WIB | jafar soddik

DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN, DAN
KONSERVASI ENERGI

SIARAN PERS
Tanggal: 11 Februari 2013

SOSIALISASI PEMANFAATAN BAHAN BAKAR NABATI (BBN)
DI SEKTOR INDUSTRI BESI DAN BAJA

Tren pertumbuhan ekonomi di Indonesia. terus mengalami kenaikan sekitar 6.2 - 6.5% per tahun selama periode tahun 2010-2012. Pada tahun ini Pemerintah mentargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6.8% pada APBN 2013. Selaras dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat maka konsumsi energi sebagai penggerak roda perekonomian juga mengalami kenaikan rata-rata 7% pertahun. Di sisi yang lain, konsumsi energi yang terus meningkat tidak diimbangi oleh suplai energi yang memadai.

Saat ini, minyak bumi yang masih menjadi sumber energi utama sudah tidak dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Tahun 2012, produksi minyak kita hanya sekitar 861 ribu bpd (bare/ per day) sedangkan kebutuhannya mencapai 1,3 juta bpd. Sehingga kita harus mengimpor sekitar 500 ribu barel setiap hari untuk memenuhi kebutuhan BBM kita yang terus meningkat. Kondisi tersebut membuat banyak devisa kita mengalir ke luar negeri. Selain itu pengeluaran negara untuk memenuhi kebutuhan BBM ini juga semakin banyak karena sebagian besar BBM kita masih disubsidi. Jumlah BBM bersubsidi terus meningkat dari tahun 2009 sebesar 37,7 juta kL meningkat menjadi 45,1 juta kL di tahun 2012 dan kuota APBN 2013 sebesar 46 juta KL.

Kondisi tersebut diatas tidak dapat kita abaikan. Oleh karena itu Pemerintah telah berupaya secara konkrit untuk mengatasinya antara lain dengan mengeluarkan Inpres No 13 Tahun 2011 tentang Penghematan Energi dan Air, diversifikasi BBM ke gas, pengendalian BBM bersubsidi, dan pemanfaatan bahan bakar subtitusi yaitu Bahan Bakar Nabati/Biofuel serta pemanfaatan Energi Baru Terbarukan Iainnya.

Bahan Bakar Nabati sebagai bagian dari bioenergi merupakan jenis energi terbarukan dan dikategorikan sebagai energi bersih karena dalam pemanfaataannya mengeluarkan emisi yang relatif sangat rendah bila dibandingkan dengan energi fosil.

Selain ramah Iingkungan karena termasuk energi bersih, bahan baku BBN bersumber dari tumbuh-tumbuhan yang banyak terdapat di Indonesia seperti kelapa sawit, singkong, tebu, kemiri sunan, nyamplung, sorghum sehingga dapat diproduksi di dalam negeri. Sebagai contoh, produksi minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel pada tahun 2012 telah mencapai 26 juta ton. Oleh karena itu pengembangan BBN secara Iangsung akan meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi, menciptakan lapangan kerja dan pengembangan perekonomian masyarakat, serta meningkatkan kualitas Iingkungan udara melalui pengurangan emisi gas rumah kaca.

Pemanfaatan BBN telah dilakukan sejak tahun 2006. Dalam upaya mendorong pemanfaatan BBN sebagai bahan bakar, pemerintah telah mengeluarkan berbagai regulasi diantaranya Instruksi Presiden No. 1 tahun 2006 tentang Penyediaan dan

Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain.

Salah satu isi Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 tersebut yaitu penetapan target/roadmap mandatori pemanfaatan bahan bakar nabati yaitu biodiesel, bioethanol dan biooil pada sektor transportasi, industri, dan pembangkit listrik hingga tahun 2025. Saat ini, implementasi mandatory pemanfaatan BBN yang sudah berjalan balk yaitu di sektor transportasi PSO yaitu BBN jenis Biodiesel yang dicampurkan kedalam solar bersubsidi sebesar 7.5% atau B-7,5 yang didistribusikan oleh PT. Pertamina. Pada tahun 2012, BBN yang dimanfaatkan melalui pencampuran dengan BBM mencapai 669 ribu kilo liter atau meningkat hampir 2 kali Iipat dari tahun 2011 yaitu 358 ribu KL. Pada tahun 2013, Pemerintah mentargetkan peningkatan persentase pencampuran sebesar 10%, setara dengan 1, 5 juta KL.

Selain PT. Pertamina, mandatori pemanfaatan BBN ini juga mengatur tentang kewajiban seluruh Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga Bahan Bakar Minyak untuk mendistribusikan BBM yang sudah dicampur dengan BBN. Oleh karena itu, BBM non PSO/non subsidi yang disalurkan oleh Badan Usaha BBM tersebut ke sektor transportasi ataupun industri juga sudah harus dicampur BBN. Saat ini sudah mulai dilakukan distribusi BBM non PSO ke sektor transportasi dan industri (khususnya industri pertambangan mineral dan batubara) sebesar 2%.

Implementasi pemanfaatan BBN di sektor industri sangat potensial dilakukan karena konsumsi BBM-nya sangat besar. Dari total konsumsi BBM sebesar 25,1 juta kL, prosentase sektor industri sebesar 28% atau setara dengan 7 juta kL. Namun demikian dengan pertimbangan penyiapan infrastruktur distribusi, kesiapan pasokan maka implementasi pemanfaatan BBN dilaksanakan secara bertahap diinisiasi dengan penerapan B-2 di industri pertambangan mineral dan batubara.

Industri pertambangan mineral dan batubara dipilih sebagai pioneer dengan pertimbangan konsumsi BBM sangat besar dan secara teknis masih dalam naungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Selanjutnya implementasi kewajiban pemanfaatan BBN ini akan diperluas ke seluruh sektor industri secara menyeluruh dimulai dari sub sektor industri besi dan baja.

Oleh karena itu, pada hari ini, Senin, tanggal 11 Februari 2013, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengadakan acara Sosialisasi Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN) di sub sektor industri besi dan baja. Acara sosialisasi ini dimaksudkan agar seluruh perusahaan di sektor industri khususnya pada industri besi dan baja mempunyai pemahaman yang sama akan pentingnya pemanfaatan Bahan Bakar Nabati atau biasa disebut juga Biofuel yang kemudian tentunya diikuti dengan penggunaan dalam rangka mendorong terbentuknya Green Economy.

Kabag Hukum DJEBTKE,

Robert A John


Contact Center