Menyiasati Kenaikan Tarif Dasar Listrik dengan Penerapan Manajemen Energi ISO 50001

Friday, 26 September 2014 | 15:51 WIB | Ferial

EBTKE--Subsidi termasuk listrik yang sudah berlangsung cukup lama semakin menjadi beban berat bagi Pemerintah karena total subsidi tersebut cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Untuk mengurangi beban Pemerintah dalam menanggung subsidi energi tersebut, secara bertahap Pemerintah akan menghapus subsidi harga energi dengan menaikkan harga energi secara bertahap.

Baru-baru ini Pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang penyesuaian Tarif Dasar Listrik yang ditetapkan Menteri ESDM melalui Peraturan Menteri ESDM No 9 tahun 2014 tentang Tarif Tenaga Listrik yang mulai berlaku sejak 1 Mei 2014 yang mengatur antara lain penyesuaian tarif tenaga listrik secara bertahap setiap 2 (dua) bulan terhadap pelanggan industri menengah (I-3) daya di atas 200 kVA go public, dan pelanggan industri besar (I-4) daya 30.000 kVA.

Konsekuensi dari kenaikan tarif dasar listrik tersebut tentu saja penambahan pengeluaran untuk biaya energi khususnya listrik. Di sektor industri, energi menjadi salah satu komponen biaya produksi sehingga setiap kenaikan harga energi dalam proses produksi akan berdampak pada peningkatan biaya produksi yang dihasilkan dan sekaligus akan mengakibatkan daya saing dari produksi tersebut menjadi rendah.

Dengan demikian industri akan mengalami penambahan pengeluaran untuk biaya listrik. Agar kenaikan tarif listrik ini tidak membebani industri dan daya saing tetap tinggi maka langkah-langkah penghematan energi menjadi salah satu solusi penting untuk dilaksanakan.

Peluang Penerapan Konservasi Energi

Studi yang dilakukan Kementerian ESDM menunjukkan bahwa potensi penghematan energi nasional di sektor rumah tangga berkisar sebesar 15-30 persen, transportasi 15-35 persen, serta industri dan komersial 10-30 persen. Hal tersebut juga terlihat dari intensitas dan elastisitas yang masih tinggi. Intensitas energi atau perbandingan antara jumlah konsumsi energi dengan pendapatan domestik bruto (PDB ) pun mencapai 400, jauh dibandingkan dengan Jepang yang hanya 100 atau negara-negara Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) yang rata-rata 200.

Elastisitas energi atau perbandingan antara pertumbuhan konsumsi energi dengan pertumbuhan ekonomi tercatat 1,63 atau jauh lebih tinggi daripada negara-negara maju yang berkisar antara 0,1-0,6. Sebuah studi dari Bank Dunia menyimpulkan bahwa dengan melakukan konservasi energi tanpa mengeluarkan biaya, konsumsi energi industri di Indonesia dapat dihemat hingga 8 persen. Dengan sedikit investasi, konsumsi energi dapat diturunkan hingga 23 persen.

Efisiensi Energi di Sektor Industri

Total konsumsi energi di sektor industri sebesar 305 SBM (39,7 persen) dari total konsumsi energi nasional. Pemerintah akan terus mendorong sektor industri untuk dapat bersaing secara global salah satunya dengan cara meningkatkan efisiensi energinya. Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri ESDM No 9 tahun 2014 tentang Tarif Tenaga Listrik maka pengeluaran terhadap penggunaan listrik akan semakin meningkat. Ini menjadi beban bagi industri. Namun, jika industri melakukan langkah- langkah penghematan energi, beban pengeluaran energi listrik tersebut dapat ditekan.

Dengan demikian biaya produksi dapat ditekan dan daya saing produk dapat dipertahankan. Dengan melakukan efisiensi energi maka sektor industri dapat membantu meningkatkan ketahanan energi nasional, menurunkan biaya produksi sekaligus memberikan kontribusi terhadap penurunan emisi CO2 pada tahun 2020 sebesar 26 persen dengan upaya sendiri dan bisa ditingkatkan menjadi 41 persen apabila ada dukungan internasional, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden RI Nomor 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.

Langkah efisiensi energi dapat ditempuh antara lain dengan penerapan manajemen energi. Oleh karena itu Kementerian ESDM bekerjasama dengan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) sedang memperkenalkan SNI: ISO 50001:2012: Sistem Manajemen Energi kepada industri.

Sumber : Direktorat Konservasi Energi


Contact Center