PPA PLTB Bantul dan PLTA Malea Diteken

Senin, 4 Mei 2015 | 13:59 WIB | Ferial

EBTKE-- Dua perjanjian jual beli listrik (Power Purchased Agreement/PPA) berbasis energi baru terbarukan diteken.

Penandatanganan tersebut dilakukan bersamaan dengan peluncuran program pembangunan pembangkit 35.000 megawatt (MW) yang diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo di Samas, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin, 04 Mei 2015. Turut mendampingi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (MESDM) Sudirman Said.

Dua pembangkit tersebut yaitu pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Malea di Sulawesi Selatan dengan kapasitas 2x45 MW, dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), Bantul, Yogyakarta dengan kapasitas 1x50 MW. Sedangkan untuk PLTA Jatigede dengan kapasitas 2x55 MW dilakukan peletakan batu pertama (groundbreaking)

Bersamaan dengan itu, dilakukan juga penandatanganan PPA untuk PLTU PLTU Kendari-3 (Sulawesi Tenggara), dengan kapasitas 2 x 50 MW kemudian PLTU Jeneponto Ekspansi (Sulawesi Selatan), dengan kapasitas 2x125 MW, lalu groundbreaking PLTU Takalar (Sulawesi Selatan), dengan kapasitas 2 x 100 MW serta groundbreaking PLTU Pangkalan Susu unit 3 dan 4 (Sumatera Utara), dengan kapasitas 2 x 220 MW.

Sedangkan untuk PLTU PLTU Grati (Jawa Timur) dengan kapasitas 450 MW dilakukan penadatanganan Letter of Intent (LoI) untuk engineering, procurement, construction (EPC).

PLTB Samas dan PLTA Jatigede diharapkan dapat menambah pasokan total 120 MW sampai dengan akhir tahun 2019 untuk memperkuat sistem Jawa-Bali. PLTU Kendari, PLTU Takalar, PLTU Jeneponto dan PLTA Malea dengan tambahan total 640 MW diharapkan dapat menambah pasokan sistem Sulawesi.

Saat ini, sistem kelistrikan Sulawesi merupakan salah satu yang memiliki pertumbuhan paling tinggi. Sedangkan PLTU Pangkalan Susu unit 3 dan 4 ditujukan untuk memperkuat sistem Sumatera yang saat ini sudah interkoneksi dan sedang dilakukan peningkatan kapasitas interkoneksi yang direncanakan selesai 2017.

Proyek-proyek infrastruktur ketenagalistrikan ini akan meningkatkan peluang investasi dan pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah tersebut, serta membuka lapangan pekerjaan secara langsung.

Untuk mensukseskan program 35.000 MW ini, Pemerintah mendorong peran swasta untuk berpartisipasi dalam usaha penyediaan tenaga listrik melalui proyek EPC, skema Independent Power Producer (IPP), Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS), sewa beli (Build, Lease and Transfer) serta Private Power Utility (PPU) atau penetapan wilayah usaha.

Pemerintah telah menerbitkan regulasi untuk mendorong dan memberikan kepastian investasi swasta. Terkait pembebasan dan penyediaan lahan, pemerintah memberlakukan UU No 2/2012. Untuk mempercepat perizinan, Pemerintah membentuk Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang dikoordinasikan oleh BKPM. Pemerintah juga menerbitkan Permen ESDM Nomor 03 tahun 2015 tentang Prosedur Pembelian Tenaga Listrik dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMG, dan PLTA oleh PT PLN (Persero) melalui Pemilihan Langsung dan Penunjukkan Langsung.

Regulasi ini dibuat untuk membangun iklim investasi yang lebih kondusif, mempercepat prosedur persetujuan harga antara PLN dan IPP serta menjamin kepastian/keyakinan bagi PLN dalam pelaksanaan pembelian tenaga listrik.

Sebagaimana kita ketahui bersama, lima tahun kedepan, Indonesia membutuhkan tambahan listrik sedikitnya 35.000 MW diluar proyek pembangkit existing sekitar 7.000 MW yang saat ini sedang konstruksi. Jika pertumbuhan ekonomi realistis adalah sebesar 5 - 6 persen per tahun ikut dipertimbangkan, maka sepanjang tahun 2015-2019 rata-rata tambahan kapasitas tahunan yang dibutuhkan adalah 7.000 MW.

Sifat alamiah energi adalah menjadi penggerak (driver) bagi pertumbuhan sosial-ekonomi. Bukan hanya terhadap industri dan investasi saja, namun juga lapangan kerja hingga penyerapan komponen dalam negeri. Tidak kurang dari 650.000 tenaga kerja langsung dan 3 juta orang tenaga kerja tak langsung akan menerima manfaat. Sementara itu, penyerapan Komponen Dalam Negeri diperkirakan menyentuh angka 40 persen yang setara dengan 440 triliun rupiah.

 

sumber : Siaran pers Pusat Komunikasi Publik

 

 

 


Contact Center