Strategi Pembangunan Ekonomi Rendah Karbon

Kamis, 8 Januari 2015 | 15:36 WIB | Ferial

EBTKE--Negara-negara di Asia dapat terus melanjutkan pertumbuhan ekonominya dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya sambil berupaya menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK)nya melalui strategi pembangunan ekonomi rendah karbon.

Demikian disampaikan beberapa pejabat pemerintahan dan para ahli dalam kesempatan pertemuan tahunan yang ke tiga Forum Strategi Pembangunan Emisi Rendah Karbon (Asia Low Emission Development Strategies -LEDS Forum) di Yogyakarta seperti dilansir dari website resmi Dewan Nasional Penanggulangan Iklim (DNPI).

Lebih dari 250 peserta forum yang terdiri dari pejabat pemerintah, para pakar, dan wakil dari lembaga internasional, LSM, dan para pelaku usaha bertemu dalam pertemuan tersebut untuk mengidentifikasi kebijakan dan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan kerja, dan prioritas lainnya di berbagai negara di Asia, melalui pendekatan ekonomi rendah karbon untuk menuju pembangunan ekonomi hijau.  

Para peserta forum berdiskusi bagaimana kebijakan “hijau” dan pilihan investasi untuk perkotaan, tata guna lahan, dan energi dapat menurunkan tingkat kemiskinan, membuat wilayah perkotaan lebih kompetitif secara ekonomi melalui kepedulian sosial, meningkatkan produktivitas pertanian dan industri, menjaga lingkungan, dan memastikan ketersediaan energi.

Ketua Harian DNPI, Rachmat Witoelar menyatakan bahwa “Ekonomi hijau dan investasi yang mendukungnya memerlukan transformasi, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia dimana terdapat peluang yang sangat besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dengan memperhatikan kepentingan lingkungan dan aspek sosial”

Pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi di wilayah Asia telah membantu berjuta-juta orang miskin, namun laju urbanisasi dan industrialisasi, peningkatan konsumsi, dan pertumbuhan penduduk telah memberikan tekanan yang lebih besar terhadap sumberdaya alam. Kemajuan ekonomi terancam oleh resiko kerusakan lingkungan, dan kelangkaan sumberdaya, ketidak merataan, dan dampak negatif perubahan iklim.

Strategi pertumbuhan ekonomi rendah karbon dapat mengatasi masalah-masalah tersebut, dan sesungguhnya membuka peluang untuk mempercepat pembangunan ekonomi dan membuka kesempatan kerja, dan dapat berlangsung secara berkelanjutan. Beberapa negara yang saat ini sedang menunjukkan perkembangan ekonomi yang baik, termasuk Indonesia, Cina, India dan Thailand telah memulai transisi tersebut menuju model pembangunan ekonomi hijau dimasa depan.

“Banyak negara yang melakukan modernisasi kota-kotanya, melakukan pengelolaan lahan, dan membangun sistim energinya dengan menerapkan kegiatan ekonomi yang lebih efisien, dan membantu para pelaku usaha mengembangkan pasarnya melalui teknologi, produk-produk dan jasa yang rendah karbon”, ujar Penasihat Senior USAID bidang Perubahan Iklim untuk wilayah regional Asia yang berkantor di Bangkok, yang juga Co-Chair untuk Asia LEDS Partnership (ALP)Orestes Anastasia.

ALP yang menyelenggarakan forum ini adalah jejaring kerja pemerintah, LSM, dan para pelaku usaha yang berkolaborasi dalam pengembangan strategi pembangunan rendah emisi karbon.

Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Endah Murniningtyas mengatakan Pemerintah Indonesia melalui berbagai Kementerian/Lembaga Teknis, dan kerjasama dengan masyarakat dan pelaku usaha melakukan pengarus utamaan ekonomi hijau dalam program-program dan kegiatan-kegiatannya, yang dituangkan dalam rencana pembangunan pada tingkat pusat dan daerah, sebagai komitmen sukarela pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca.

Pentingnya pertumbuhan hijau telah ditekankan dalam forum ini dengan diluncurkannya dua laporan terbaru dari OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) berjudul “Menuju Pertumbuhan Hijau di Asia Tenggara” (Toward Green Growth in Southeast Asia).

Kedua laporan tersebut mengkaji kecenderungan-kecenderungan ekonomi, sosial dan lingkungan pada dekade terakhir di wilayah ASEAN, kemudian disampaikan rekomendasi untuk para pengambil kebijakan guna menyusun rencana pembangunan hijaunya. Selain itu, diluncurkan juga Sintesis Laporan Kajian ke Lima (the Fifth Assessment Report Synthesis) dari Panel Pakar antar Pemerintah (Intergovernmental Panel on Climate Change-IPCC) yang menyampaikan pandangan terakhir menurut ilmu pengetahuan terkait dengan perubahan iklim dan perlunya dilakukan aksi untuk mengatasinya.

Deputy Sekretaris Jenderal OECD Rintaro Tamaki, melaporkan OECD yang terbaru tentang Asia Tenggara, dengan menekankan pentingnya pilihan kebijakan dan investasi yang dibuat saat ini dalam merespon perkembangan ekonomi di wilayah Asia. Dalam paparannya, Mr Tamaki menyampaikan: “Wilayah Asia memiliki peluang yang terbuka saat ini untuk terus melestarikan kekayaan alamnya, dengan cara membangun infrastruktur yang kuat dan bersih, dan menjadi penghubung bagi investasi yang rendah karbon”.

Terkait dengan laporan terakhir IPCC mengenai basis ilmiah dan resiko perubahan iklim, yang diluncurkan melalui kerjasama dengan CDKN (Climate and Development Knowledge Network), Mr. Ali Sheikh, Direktur CDKN untuk wilayah Asia menekankan pentingnya ilmu pengetahuan untuk mengatasi perubahan iklim. Ia mengatakan: “ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai diperlukan apabila kita ingin memiliki masa depan dengan iklim yang lebih bersahabat. Iptek dibutuhkan untuk merumuskan solusi perubahan iklim dengan mengerahkan aksi nyata di lapangan. Pada saat yang bersamaan perlu dipahami konsekuensi yang terjadi apabila kita tidak melakukan apa apa”.

Peranan sektor pertanian dan kehutanan dalam mengatasi masalah perubahan iklim menjadi topik diskusi yang penting dalam Forum ini. Para peserta menekankan perlunya masyarakat lokal di wilayah Asia dan Pasifik untuk dilibatkan lebih banyak untuk menjamin bahwa kegiatan mereka di dalam hutan dan pertanian sebagai sumber mata pencahariannya dapat dikelola secara efektif, baik melalui mitigasi maupun adaptasi perubahan iklim akibat kondisi iklim yang telah berubah.

Pertumbuhan kota-kota besar di Asia juga menjadi topik yang penting. Urbanisasi yang tidak mempertimbangkan aspek lingkungan membuat kota-kota di Asia menjadi rentan terhadap dampak perubahan iklim. Resiko penyakit yang semakin meningkat akibat polusi udara, dan ketimpangan sosial dalam memperoleh kebutuhan dasar, juga merupakan hal yang harus diperhatikan. Kebijakan pemerintah yang baik yang mendukung investasi dan inovasi dapat membantu pertumbuhan perkotaan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan stabilisasi sosial.

Para peserta Forum Asia LEDS akan mengidentifikasi prioritas aksi dan kerjasama yang baru untuk wilayah regional Asia, berdasarkan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi bersama berdasarkan pandangan-pandangan yang disampaikan wakil-wakil negara yang menghadiri forum ini.

USAID merupakan sponsor utama penyelenggaraan Forum Asia LEDS 2014 ini, yang berlangsung pada tanggal 11-13 Nopember 2014, bekerjasama dengan DNPI, BAPPENAS, Climate and Development Knowledge Network (CDKN), OECD, World Bank, dan berbagai organisasi internasional lainnya.

 


Contact Center