Public Hearing Revisi Peraturan Tata Kelola Wilayah Kerja Panas Bumi
BANDUNG – Sebagai upaya percepatan pengembangan pemanfaatan panas bumi di Indonesia dan untuk mendukung capaian target bauran energi nasional, saat ini Direktorat Jenderal EBTKE c.q Direktorat Panas Bumi tengah menyusun revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 37 Tahun 2018. Peraturan ini mengatur tentang penawaran wilayah kerja panas bumi, pemberian Izin Panas Bumi (IPB) dan penugasan pengusahaan panas bumi. Revisi ini dilakukan juga sebagai perbaikan tata kelola, khususnya dalam penawaran Wilayah Kerja (WK) serta meningkatkan daya tarik investasi di subsektor panas bumi.
“Pertemuan kita hari ini merupakan langkah awal untuk mendapatkan masukan, konsep ataupun ide-ide baru dari seluruh stakeholder yang hadir, sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam usulan revisi Permen 37 Tahun 2018, yang kita harapkan hasil revisi ini dapat menjadi basis regulasi lelang panas bumi yang komprehensif dalam menghasilkan pemenang lelang yang memiliki kualifikasi/kompetensi terbaik dalam pengusahaan panas bumi”, urai Koordinator Pengawasan Eksplorasi dan Eksploitasi Panas Bumi, Budi Herdiyanto, saat membuka kegiatan Public Hearing Revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2018, kemarin (26/6).
Sampai dengan tahun 2030, lanjut Budi, akan dibangun PLTP dengan kapasitas sebesar 3.355 MW guna memenuhi target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025. Untuk mencapai target NZE pada tahun 2060, Pengembangan PLTP dimaksimalkan hingga 18 GW melalui pengembangan Advance Geothermal System dan pengembangan sistem panas bumi non-konvensional lainnya.
Berdasarkan data Badan Geologi, potensi panas bumi di Indonesia mencapai 23,06 GW. Potensi panas bumi ini tersebar 361 lokasi pada 30 provinsi. Adapun pemanfaatan panas bumi menjadi pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) saat ini memiliki kapasitas terpasang sebesar2,35GW atau hanya sekitar 10% dari potensi yang ada. Untuk mencapai target yang ada, Pemerintah ditargetkan untuk melelang Wilayah Kerja Panas Bumi setiap tahunnya.
Sejak rezim Undang-Undang Panas Bumi nomor 27 Tahun 2003 sampai dengan UU No. 21 Tahun 2014, Pemerintah telah berhasil melelang Wilayah Kerja Panas Bumi sekitar 24 WKP selama kurun waktu Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2022.
“Dari hasil evaluasi kita, realisasi terhadap progres pengusahaan panas bumi oleh pemenang lelang banyak yang tidak sesuai dengan program kerja yang disampaikan pada saat proses pelelangan, hal ini mengakibatkan stagnasi pada tahapan pengusahaan panas bumi dan berakibat dilakukannya terminasi Izin Panas Bumi (dikembalikan atau dicabut) kepada beberapa Badan Usaha pemenang lelang. Hal ini tentunya dapat memperlambat kontribusi realisasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yang telah ditargetkan pada Bauran Energi Terbarukan Tahun 2025”, ungkap Budi. Oleh karenanya, revisi Permen ESDM nomor 37 Tahun 2018 penting untuk dilakukan.
Beberapa poin revisi peraturan ini, antaralain:
- Perubahan besaran jaminan lelang untuk pelaksanaan lelang WKP yang bukan merupakan hasil PSPE, yang semula sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) untuk pelelangan dengan cadangan terduga atau cadangan terbukti lebih besar dari atau sama dengan 100 MW (seratus megawatt) dan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk pelelangan dengan cadangan terduga atau cadangan terbukti lebih kecil dari 100 MW (seratus megawatt) menjadi Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) untuk semua besaran cadangan terduga atau cadangan terbukti.
- Perubahan tata waktu pelaksanaan pelelangan yang semula sampai dengan tahapan penyampaian peringkat pemenang kepada Menteri dibutuhkan waktu maksimal 130 hari kerja (+ 6 bulan) menjadi paling lama 92 hari kerja (+ 4 bulan).
- Penambahan substansi pengaturan untuk pelaksanaan pelelangan terhadap WKP yang tenaga listriknya atau uap untuk tenaga listriknya tidak ditujukan untuk dijual kepada PT PLN (Persero). Hal ini untuk mengakomodir pelelangan WKP yang tenaga listriknya atau uap untuk tenaga listriknya dijual kepada pemegang Wilayah Usaha ketenagalistrikan selain PT PLN (Persero) dan untuk penggunaan sendiri.
- Penambahan substansi terkait perusahaan afiliasi BUMN yang berusaha di bidang Panas Bumi pada beberapa Pasal yang mengatur ketentuan tentang BUMN yang berusaha di bidang Panas Bumi untuk mengakomodir perubahan manajemen pengusahaan panas bumi pada BUMN yang berusaha di bidang Panas Bumi.
Hadir pada kegiatan Public Hearing ini perwakilan dari pemangku kepentingan terkait, antaralain Kementerian ESDM, Kementerian Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian BUMN, Pemerintah Daerah, Asosiasi Panas Bumi Indonesia, Badan Usaha pemegang Izin Panas Bumi, Badan Usaha Pelaksana Survei Pendahuluan dan Eksplorasi, pemangku kepentingan terkait, dan Akademisi. (DLP)